//]]> BIOGRAFI IMAM GHAZALI - SPIRIT MUSLIM (SPIRUM)

May 31, 2017
          




Spirit Muslim. Begitu banyak karya-karya kitab klasik yang hingga kini menghiasi khazanah dunia Islam di tanah air ini. Salah satu kitab yang cukup familiar dan sering dijadikan bahan kajian di beberapa pesantren salafi adalah kitab Ihya' Ulumuddin. Kitab ini terdiri dari 4 juz yang berisi tentang ilmu fiqih. Kitab ini selalu identik dengan sosok ulama sekaligus filsuf terkemuka, yakni Imam Ghazali. Beliau memiliki biografi yang cukup terkenal dan terpandang di kalangan ulama bahkan ilmuwan di seluruh dunia, tidak lain hal ini disebabkan karena ketinggian ilmu yang beliau miliki. Tidak hanya mahir dalam hukum-hukum Islam dan tasawuf, beliau juga mampu menguasai bahkan mencetuskan beberapa pemikiran-pemikiran baru yang mampu membuat filsuf lain merasa kagum dibuatnya. Berikut kami sajikan biografi lengkap Imam Ghazali serta perjalanan hidupnya.
SEKILAS BIOGRAFI IMAM GHAZALI
  • Nama lengkap: Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Abu Hamid Al-Ghazali Al-Mujtahid Al-Faqih Al-Ushuli Al-Mutakallim Ath-Thusi Asy-Syafi'i.
  • Kelahiran: 450 H / 1058 M, Thus-Khurasan-Persia (Iran).
  • Wafat: Senin 14 Jumadil Awal 505 H / 1111 M Thus-Khurasan-Persia (Iran).
  • Karya: Ihya' Ulumuddin, Kamiya As-Sa'adah, Misykah Al-Anwar, Maqasid Al-Falasifah, Tahafut Al-Falasifah, Al-Mushtashfa min 'ilm Al-Ushul, Mi'yar Al-'ilm, Al-Qistas Al-Mustaqim, Mihak An-Nazar Fil Manthiq, Al-Munqid Minadholal, Al-Iqtishad Fil I'tiqad, Mizan Al-'amal, Fadhaih Al-Bathiniyyah, Faishal At-Tafarruq Baina Al-Islam Wa Az-Zindiqah, Al-Maqshud Al-Asna Fi Syarh Al-Asmau Al-Husna, Al-Bashith, Al-Wasith, Al-Wajiz, Al-Mankul, Jawahir Al-Quran, Yaqut At-Takwil Fi Tafsir At-Tanzil, Minhaj Al-Abidin, Al-Arba'in Fi Ushuluddin, Ad-Duror Al-Fakhirah Fi Kasfi 'ulum Al-Akhirah, 'iljam Al-Awam 'an 'ilmi Al-Kalam, Bidayatu Al-Bidayah.


Sahabat yang dirahmati Allah, diantara berbagai ulama yang tersebar di penjuru muka bumi ini, tentu sudah tidak asing lagi ditelinga kita seorang ulama sekaligus filsuf terkemuka yakni Imam Al-Ghazali. Dia lah yang memiliki nama lengkap Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Abu Hamid Al-Ghazali Al-Mujtahid Al-Faqih Al-Ushuli Al-Mutakallim Ath-Thusi Asy-Syafi'i. Beliau lahir pada tahun 450 H dan menjadi salah satu tokoh terkemuka dalam dunia Filsafat dan Tasawuf. Beliau juga memiliki pengaruh dan pemikiran yang telah menyebar ke seantero dunia.

Gelar Al-Ghazali Ath-Thusi berkaitan erat dengan nama sang ayah yakni Muhammad Al-Ghazali dan lokasi tempat ayahnya bekerja yakni di Ghazalah-Thus-Khurasan-Persia (Iran). Sedangkan gelar Asy-Syafi'i menunjukkan bahwa beliau bermadzhab Asy-Syafi'i. Imam Al-Ghazali berasal dari keluarga yang sederhana. Ayahnya memiliki cita-cita yang sangat tinggi yakni ingin agar Imam Ghazali menjadi seorang yang 'alim dan shaleh. Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama', ahli dalam berfikir, ahli dalam filsafat Islam sehingga membuat dirinya menjadi sosok ulama terkemuka dan memberi banyak sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Beliau pernah memegang jabatan sebagai Naib Konselor di Madrasah Nidzamiyyah (Pusat pengkajian / Universitas Tinggi) di Baghdad.

Imam Al-Ghazali juga memiliki gelar Hujjatul Islam karena beliau mampu menghafal lebih dari 300.000 hadits beserta sanad dan matannya. Imam Al-Ghazali juga menjadi panutan bagi ratusan hujjatul Islam lain dan para ulama serta hafidz lainnya. Gelar Al-Hafidz juga disandarkan atas nama beliau. Gelar ini sejatinya merupakan gelar yang disematkan bagi para ulama' yang sudah hafal 100.000 hadits dengan sanad dan matannya. Beliau memiliki berbagai kemampuan yang mumpuni dalam bidang pengetahuan. Karenanya tidak mengeherankan apabila banyak gelar yang disematkan pada beliau. Banyak sebutan yang dialamatkan terhadapnya mencerminkan wawasan ilmu yang begitu luas dan dalam.

Sebelum ayahnya meninggal, ayahnya sempat berwasiat kepada temannya yang shaleh dan juga sufi untuk menjaga 2 puteranya yakni Abu Hamid Al-Ghazali (Imam Al-Ghazali) dan Ahmad Al-Ghazali. Setelah beranjak beberapa tahun berlalu, bekal dan uang yang dititipkan sang ayah kepada temannya tersebut habis untuk biaya kehidupan kedua puteranya tersebut. Sehingga keduanya disekolahkan di Madrasah Nidzamiyyah di Baghdad, Irak. Setelah Imam Al-Ghazali berhasil menguasai berbagai bidang ilmu, baik ilmu fiqh, ilmu jiddal, ilmu ushul dan filsafat, beliau kemudian memilih jalan sufi dalam kehidupannya dengan berhijrah menuju Syam untuk uzlah (menjauh dari hiruk pikuk) serta Kholwah (menyendiri) di menara masjid.

Baca juga: Biografi pengarang kitab Tafsir Jalalain

Pernah suatu ketika imam Al-Ghazali menjadi imam dalam shalat berjamaah sedangkan Ahmad (sang adik) menjadi makmum. Sampai dipertengahan shalat, Ahmad berpisah dari jamaah yang diimami oleh imam Al-Ghazali. Setelah selesai shalat, Imam Al-Ghazali menanyakan perihal kejadian tersebut. "Kenapa engkau berpisah dari jamaahku wahai saudaraku ?", tanya imam Al-Ghazali. Lantas Ahmad menjawab, "mengapa saya harus berjamaah dengan seseorang yang berlumuran darah di pundaknya ?". Akhirnya imam Al-Ghazali pun menjawab pertanyaan tersebut, "Wahai saudaraku, engkau memang benar, tadi ketika saya menjadi imam shalat memang saya tidak khusu', melainkan mengingat-ingat tentang darah haid, nifas, dan istihadhah". Ini membuktikan bahwa meskipun sang kakak memiliki beberapa karangan tentang ilmu fiqh, namun masih kalah dengan saudaranya sendiri hingga pada akhirnya beliau memilih jalan sufi untuk hijrah ke negara Syam.


KEPRIBADIAN DAN PENGARUH ILMU IMAM AL-GHAZALI.

Imam Al-Ghazali terkenal sebagai sosok ulama yang memiliki daya ingat kuat serta bijak dalam berhujjah (berargumen) sehingga beliau mendapat gelar "Hujjatul Islam" (argumentator Islam). Beliau sangat dikagumi dan dihormati di dua negara Islam terbesar pada saat itu yakni Saljuk dan Abbasiyyah karena penguasaan berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti ushul fiqh, tasawuf, filsafat, dan ilmu logika.

Kecintaannya pada ilmu pengetahuan membuat beliau meninggalkan segala kemewahan hidup untuk bermusafir / melakukan perjalanan demi mencari ilmu pengetahuan. Pengembaraannya berlangsung selama 10 tahun dan beliau telah mengunjungi berbagai tempat suci umat Islam, sebut saja Makkah, Madinah, Jerussalem, dan mesir.

Beliau terkenal sebagai ahli filsafat Islam yang telah mengharumkan nama ulama yang ada di Eropa melalui karyanya yang bermutu tinggi. Selain itu sejak kecil beliau telah dididik dengan akhak yang mulia sehingga membuatnya benci terhadap sifat riya', megah, sombong, takabur, dan sifat tercela lainnya. Beliau memiliki kepribadian yang sangat kuat, wara', zuhud, tidak gemar kemewahan dan kepalsuan.

Pengaruh filsafat dalam diri beliau terlihat begitu kental. Beliau tidaklah menolak filsafat dan tidak pernah mengekang untuk melakukan sebuah ijtihad. Hal ini dapat dibuktikan dengan sikapnya yang menggabungkan antara filsafat dengan ilmu kalam, menggabungkan prinsip-prinsip filsafat dengan mistis dalam teologinya. Dalam hal kebebasan berfikir, Imam Al-Ghazali termasuk orang yang mendukung dalam hal ini. Bahkan beliau mendapat gelar "Al-Mushawwibah" (kelompok yang selalu membenarkan upaya ijtihad) sekaligus menepis tudingan bahwa Imam Al-Ghazali sebagai penggagas "tertutupnya ijtihad".

Imam Al-Ghazali meninggalkan banyak karya yang tidak dapat dilupakan bagi umat muslim dan dunia. Karangan kitabnya berjumlah hampir 100 buah. Diantaranya adalah kitab Ihya' dengan 4 jilid besar. Di Eropa beliau mendapat perhatian amat besar dan karya-karyanya telah dialih bahasakan kedalam beberapa bahasa modern. Selain itu dalam dunia kristian terdapat sosok yang mengikuti terhadap paham Imam Al-Gazali, dia adalah Thomas A. Kempis dengan karangannya "De Imitation Of Christi" yang sifatnya mendekati kitab Ihya' namun dengan pendekatan dari ilmu Kristian.

Selang beberapa tahun kemudian lahirlah Ibn Rusyd yang membantah pemahaman Imam Al-Ghazali dalam hal falsafah dengan mengarang sebuah kitab "Tahafutu Tahafutil Falasifah" (Kesesatan tahafutul falasifah / kitab karangan Imam Al-Ghazali). Dalam buku tersebut Ibn Rusyd menjelaskan kesalahpahaman Imam Al-Ghazali tentang pengertian falsafah dan beberapa pokok pelajaran falsafah lainnya. Namun sekalipun dibantah, bukan menjadi alasan kebenaran Ibn Rusyd karena tingkatan Imam Al-Ghazali adalah hujjatul Islam yang telah diakui oleh para Imam dan ulama dunia. Selain itu dilontarkannya kitab Tahafutul Falasifah ke tengah-tengah umat dengan gaya bahasa yang begitu menggelora membuat kitab karangan Ibn Rusyd menjadi lumpuh menghadapi kekayaan bahasa Imam Al-Ghazali.

Baca juga: biografi kh. hasyim asy'ari lengkap sang pendiri NU

Didunia barat, Imam Al-Ghazali mendapat berbagai penghargaan dari para filsuf dunia, diantaranya Renan, Cassanova, Carra de Vaux, dan masih banyak lagi. Seorang ahli ketimuran bernama Dr. Zwemmer pernah memasukkan Imam Al-Ghazali menjadi salah satu dari empat orang pilihan pihak Islam dari zaman Rasulullah hingga zaman kita sekarang. Sebut saja Imam Al-Bukhari, Imam Al-Asy'ari, baru setelah itu Imam Al-Ghazali.


RIWAYAT PENDIDIKAN IMAM AL-GHAZALI.

Pada tingkat dasar, beliau mendapatkan pendidikan secara gratis dari beberapa orang gurunya karena keadaan keluarga Imam Ghazali yang miskin pada saat itu. Pada tingkat pendidikan ini beliau berhasil menguasai bahasa Arab dan Parsi secara fasih. Minat dan rasa cintanya yang begitu besar terhadap ilmu pengetahuan membuat beliau mulai mempelajari ilmu Ushuluddin, Mantiq, Ushul Fiqh, filsafat serta mempelajari pendapat 4 madzhab sehingga membuatnya mahir dalam bidang yang dibahas oleh madzhab-madzhab tersebut. Selain itu beliau juga mempelajari Al-Quran dan hadits dari beberapa guru, diantaranya:

  1. Hadits shahih Bukhari, beliau belajar dari Abu Sahl Muhammad bin 'abdullah Al-Hafshi.
  2. Sunan Abi Daud, beliau belajar dari Al-Hakim Abu Al-Fath Al-Hakimi.
  3. Maulid An-Nabi, beliau belajar dari Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Khawani.
  4. Shahih Al-Bukhari dan shahih Al-Musli, beliau belajar dari Abu Al-Fatyan 'umar Al-Ru'asai.
Selepas dari itu semua, beliau meniti pendidikannya sejak beliau kecil antara tahun 465-470 M. Sejak saat itu beliau mulai berguru pada Ahmad Ar-Radzkani di Thus dalam bidang ilmu fiqh, Abu Nasr Al-Ismail di Jarajan (jurjan), dan Imam Haramain di Naisabur-Khurasan-Iran.

Setelah Imam Al-Ghazali kembali ke Thus selama 3 tahun, beliau mengkaji ulang pelajaran di Jurjan sambil belajar tasawuf kepada Yusuf Al-Nassaj. Pada saat itu Imam Al-Ghazali juga memperoleh ilmu kalam dan manthiq dari sang guru, yakni Al-Juwaini. Sebelum Al-Juwaini wafat, beliau memperkenalkan Imam Al-Ghazali kepada Nidzam Al-Mulk (Perdana Menteri) sultan negara Saljuk yakni sultan Malik Syah di Naisabur. Selain itu beliau juga sempat belajar tasawuf kepada Abu Ali Al-Fadhl Ibn Muhammad Ibn Ali Al-Farmadi.

Beliau juga menimba ilmu kepada Imam Haramain (mufti kota Makkah dan Madinah) di Naisabur. Beliau menghabiskan waktunya belajar fiqh disana. Beliau juga bersungguh-sungguh dalam belajarnya hingga beliau mahir dalam bermadzhab, Khilaf, manthiq, falsafah dan lain sebagainya.

Setelah sang guru wafat Imam Al-Ghazali meninggalkan Naisabur menuju negeri Askar untuk berjumpa Nidzam Al-Mulk (perdana menteri). Di daerah ini beliau mendapat kehormatan untuk berdebat dengan para ulama. Pada saat itu, Nidzam Al-Mulk mengumpulkan para ahli ilmu dan semua ulama' untuk berhujjah (adu argumen) dengan Imam Al-Ghazali. Beliau menjelaskan berbagai hal dalam hujjah tersebut hingga pada akhirnya semua mengerti keutamaan dan kemampuan beliau yang begitu hebat hingga beliau semakin terkenal dan disegani berkat keluasan ilmu yang dimilikinya.

Pada tahun 484 H / 1091 M, Imam Al-Ghazali diangkat menjadi guru besar di madrasah Nidzamiyyah (universitas yang didirikan oleh perdana menteri) di Baghdad. Disela-sela waktu beliau mengajar, beliau juga sempat mendalami ilmu filsafat secara otodidak, terutama pemikiran Al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Miskawaih, dan Ikhwan Al-Shafa. Penguasaannya terhadap filsafat terbukti dalam karyanya seperti Al-Maqasid Falsafah Tuhaful Al-Falasifah.

Imam Al-Ghazali mengajar disana hingga semua orang terheran dengan kepiawaiannya Al-Ghazali dalam mengajar dan berargumen serta mempunyai keutamaan yang indah serta fasih dalam berbicara.

Pada tahun 488 H / 1095 H, Imam Al-Ghazali dilanda keraguan terhadap ilmu-ilmu yang dipelajarinya (hukum teologi dan filsafat). Keraguan pekerjaan dan karya-karya yang dihasilkannya tersebut membuat beliau jatuh sakit selama 2 bulan dan sulit untuk diobati. Karena sakit yang dideritanya tersebut, membuat beliau tidak dapat mengajar di Nidzamiyyah sehingga beliau memutuskan untuk meninggalkan Baghdad menuju ke Damaskus. Disana beliau melakukan uzlah, riyadhah, dan mujahadah. Kemudian beliau berpindah lagi menuju ke Baitul Maqdis untuk melakukan ibadah serupa.

Tidak lama setelah itu, hati beliau tergerak untuk menunaikan ibadah haji dan umrah. Sepulangnya dari tanah suci, Imam Al-Ghazali kembali mengunjungi tanah kelahirannya di Thus. Disinilah beliau berkhalwat dalam berbagai keraguannya  selama 10 tahun. Pada periode itulah, beliau menulis karyanya yang terkenal, yakni Ihya' 'ulumuddin. Dalam kitab tersebut terdapat banyak sekali hadits nabi Muhammad, bahkan pada saat akan menulis hadits tersebut dalam kitab Ihya'  beliau selalu mencium dulu hadits tersebut. Jika hadits tersebut berbau harum, maka beliau akan menulis dalam kitabnya. Jika tidak berbau harum beliau tidak akan menulis hadits tersebut.


WAFATNYA IMAM AL-GHAZALI.

Selama 10 tahun Imam Al-Ghazali menetap di tanah kelahirannya beliau berpindah-pindah dari masjid satu ke masjid yang lain hingga beliau bertempat disuatu gunung untuk melatih dirinya agar tidak mengikuti hawa nafsunya dan berusaha untuk jihad dijalan Allah.

Imam Al-Ghazali wafat di tanah kelahirannya pada usia 55 tahun tepatnya pada hari senin 14 Jumadil Akhir 505 H dan dimakamkan di pemakaman Thabran. Abul Faraj Ibnul Jauzi menyampaikan kisah wafatnya Imam Al-Ghazali dalam kitab Ats-Tsabat 'indal Mamat. Menukil dari cerita Ahmad (adik Imam Al-Ghazali): 

"Pada subuh hari senin, saudaraku Abu Hamid berwudhu dan shalat, lalu berkata, "Bawa kemari kain kafanku". Lalu beliau mengambil dan menciumnya serta meletakkannya dikedua matanya dan berkata, "Aku patuh dan taat menemui malaikat maut". Kemudian beliau meluruskan kakinya dan menghadap Qiblat. Beliau meninggal sebelum langit menguning (Menjelang pagi hari)". (Dinukil oleh Adz-Dzahabi dalam Siyar 'alam Nubala 6/34).


PANDANGAN ULAMA TENTANG IMAM AL-GHAZALI.

  1. Imam Tajuddin As-Subuki berkata: "Abu Hamid Al-Ghazali adalah Hujjatul Islam (Hujjah bagi Islam).
  2. Al-Imam Haramain berkata: "Al-Ghazali ilmunya seperti lautan".
  3. Al-Imam Ibn Najar berkata: "Abu Hamid adalah imamnya para ahli fiqh sekaligus pendidik para ummat".
  4. Al-Imam Muhammad bin Yahya (murid Imam Al-Ghazali) berkata: "Al-Ghazali adalah paling cerdasnya ulama' disegala bidang keilmuan dan pimpinan para pemuda".
  5. Al-Hafidz Ibnul Jauzi berkata: "semua orang telah menulis karangan dari kalamnya Al-Ghazali".


GURU IMAM AL-GHAZALI DALAM BIDANG HADITS.

Imam Al-Ghazali dalam perjalanan menuntut ilmu memiliki banyak guru. Diantara semua guru-guru beliau, berikut beberapa guru dalam ilmu hadits diantaranya :
  1. Abu Sahl Muhammad bin Abdillah Al-Hafsi, beliau mengajarkan kitab shahih Bukhari.
  2. Abul Fath Al-Hakimi Ath-Thusi, beliau mengajarkan kitab sunan Abi Daud.
  3. Adullah Muhammad bin Ahmad Al-Khawari, beliau mengajarkan kitab Maulid An-Nabi.
  4. Abu Fatyan, beliau mengajarkan kitab shahih Muslim.


MURID IMAM AL-GHAZALI.

Imam Al-Ghazali memiiki banyak murid.Diantara muridnya adalah murid dari madrasah tempat beliau mengajar di Naisabur.
  1. Abu Thahir Ibrahim Ibn Muthahhir Al-Syibbak Al-Jurjani.
  2. Abu Fath Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Burhan. Sebelumnya beliau bermadzhab Hambali, setelah belajar kepada Imam Al-Ghazali beliau berpindah madzhab menjadi madzhab Syafi'i.
  3. Abu Thalib Abdul Karim bin Ali bin Abi Thalib Al-Razi. Beliau mempelajari ilmu fiqh kepada Imam Al-Ghazali sekaligus mampu menghafal kitab Ihya' 'ulumuddin (karya Imam Al-Ghazali).
  4. Abu Hasan Al-Jamal Al-Islam.
  5. Abu Mansur Said bin Muhammad Umar. Beliau belajar fiqh pada Imam Al-Ghazali dan menjadi ulama' besar di Baghdad.
  6. Abu Al-Hasan Sa'ad Al-Khaer bin Muhammad bin Sahl Al-Anshari Al-Maghribi Al-Andalusi.
  7. Abu Said Muhammad bin Yahya bin Mansur Al-Naisabur.
  8. Abu Abdullah Al-Husain bin Hasr bin Muhammad.

0 comments:

Post a Comment