//]]> PANDANGAN ISLAM TENTANG CINTA TANAH AIR (HUBBUL WATHAN MINAL IMAN) - SPIRIT MUSLIM (SPIRUM)

September 01, 2019


Spirit Muslim. Salah satu ungkapan mahsyur dan terkenal yang mewajibkan kita menjaga tanah air adalah "Hubbul Wathan Minal Iman" yang memiliki arti "cinta tanah air adalah sebagian dari iman". Tidak bisa dipungkiri memang bahwa sudah menjadi kewajiban dan tanggungjawab kita bersama unruk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa agar kehidupan dalam berbangsa menjadi rukun dan harmonis yang selaras dengan nilai-nilai kehidupan berbangsa dan beragama. Benar adanya jika cinta tanah air merupakan salah satu ajaran agama Islam yang mana setiap umat Islam diajarkan untuk saling menghormati, saling mencintai, dan menjaga kedaulatan negara tanah kelahirannya. Salah satu hal urgen yang menjadi titik fokus dalam berbangsa dan bernegara dalam ajaran Islam adalah bagaimana ia mampu menyelaraskan kehidupan pribadinya ditengah tengah heterogenitas bangsa dan mampu menempatkan diri sesuai dengan kadar yang proporsional.

Tanah air merupakan tempat tinggal beragam manusia dengan latar belakang yang berbeda antara satu orang dengan orang lain, mulai dari perbedaan suku hingga agama, maka sudah sepatutnya sebagai warga negara yang baik harus saling menyadari keberadaan akan perbedaan dari masing masing individu tersebut, hal seperti inilah yang menjadi salah satu bukti bahwa kita benar-benar mencintai tanah kelahiran kita.

Lantas seperti apa lebih jauh Islam memandang cinta tanah air ? seperti apa dalil yang menyebutkan bahwa kita diwajibkan untuk mencintai tanah air kita ? bagaimana Rasulullah S.A.W memberikan contoh terhadap umatnya tentang cinta tanah air ini ? lantas bagaimana pandangan ulama perihal hakikat cinta tanah air yang sebenarnya ? berikut penjelasan selengkapnya

APA ITU HUBBUL WATHAN MINAL IMAN.

Tanah air sebagaimana yang kita ketahui bersama adalah negeri tempat kelahiran. Ali bin Muhammad bin Ali Al-Jurjani (1984) mendefinisikan hal ini dengan istilah Al-Wathan Al-Ashl.

اَلْوَطَنُ الْأَصْلِيُّ هُوَ مَوْلِدُ الرَّجُلِ وَالْبَلَدُ الَّذِي هُوَ فِيهِ 

Artinya:
"Al-Wathan Al-Ashli yaitu tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya". (Ali Al-Jurjani, Al-Ta’rifat, Beirut, Dar Al-Kitab Al-Arabi, 1405 H, halaman 327).

Dari definisi ini, maka dapat dipahami bahwa tanah air bukan sekadar tempat kelahiran tetapi juga mencakup tempat di mana kita menetap. Dapat dipahami pula bahwa mencintai tanah air adalah berarti mencintai tanah kelahiran dan tempat di mana kita tinggal.

Hadits yang cukup mahsyur dikalangan ulama bahkan masyarakat yang mewajibkan cinta tanah air adalah hadits berikut:

حُبُّ الْوَطَانِ مِنَ الاءِيْمَانِ

Artinya:
"cinta tanah air adalah sebagian dari iman"

Begitu mahsyurnya ungkapan ini sampai-sampai para ulama Hijaz (Makkah Madinah) menganggap bahwa ungkapan tersebut adalah sebuah Hadits, padahal ungkapan tersebut dicetuskan oleh Kyai Hasyim Asy'ari. Terlepas dari semua itu, apa yang dilakukan oleh Kyai Hasyim Asy'ari dan ulama-ulama lain merupakan salah satu kontribusi untuk memberikan semangat nasionalisme terhadap tanah air.

Hubbul wathan minal sejatinya bukanlah sebuah hadits shahih, melainkan hadits maudhu' yang menjadi cikal bakal dalil untuk mengobarkan semangat cinta terhadap tanah kelahiran. Al Qaari berdalil dengan ayat:

وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٌ مِنْهُمْ 

Artinya:
"Seandainya Allah memerintahkan mereka untuk membunuh diri mereka atau memeriintahkan mereka untuk keluar dari negerinya, maka mereka tidak akan patuh, kecuali sedikit orang saja.” (QS. An-Nisa: 66).

Ayat ini dalil bahwa mereka mencintai negeri mereka padahal mereka tidak memiliki iman. Karena yang dimaksud ‘mereka’ dalam ayat ini adalah orang-orang munafik (orang yang mengaku iman di lisan namun tidak dihatinya.

Sebagian ulama menyanggah pendapat Al-Qaari dengan menyatakan bahwa yang dimaksud hadits ini bukanlah orang yang cinta tanah air itu pasti beriman. Melainkan maksudnya adalah bahwa ‘cinta kepada tanah air tidak menafikan iman’.

Konsep cinta tanah air ini memiliki urgensi tersendiri dalam pandangan umat Islam, islam menawarkan konsep cinta tanah air tidak serta merta memaksakan ajaran agama dalam sebuah berbangsa dan bernegara, akan tetapi Islam memberikan sebuah penegasan bahwa sebagai umat manusia yang berbangsa dan bernegara sudah sepatutnya bersama sama dan bergotong royong untuk membangun bangsa bersama tanpa saling membedakan satu orang dengan orang lain mapun antara satu golongan dengan golongan lain karena sebuah bangsa tidak hanya dihuni oleh satu atau dua golongan akan tetapi oleh beberapa golongan yang berbaur menjadi satu di tanah kelahiran sebuah bangsa.

ISYARAH RASULULLAH S.A.W TENTANG CINTA TANAH AIR.

Cinta terhadap tanah kelagiran menjadi naluri alamiah setiap insan, bukan tanpa alasan, melainkan rasa cintanya untuk menjaga tanah air hingga mampu menumbuhkan semangat untuk turut berkontribusi bagi tanah kelahirannya. Islam mengajarkan bahwa umat muslim haruslah memiliki rasa cinta terhadap tanah kelahirannya, sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan mendorong seseorang untuk senantiasa merawat, menjaga, hingga membangun tanah kelahirannya. Jika rasa cinta terhadap tanah air itu tumbuh maka niscaya tanah tersebut akan menjadi tanah yang makmur dan sejahtera.

Syekh Ismail Haqqi Al-Hanafi Al-Khalwathi (wafat 1127 H) dalam tafsirnya Ruhul Bayan mengatakan:

وفي تَفسيرِ الآيةِ إشَارَةٌ إلَى أنَّ حُبَّ الوَطَنِ مِنَ الإيمانِ، وكَانَ رَسُولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ كَثِيرًا: اَلْوَطَنَ الوَطَنَ، فَحَقَّقَ اللهُ سبحانه سُؤْلَهُ ....... قَالَ عُمَرُ رضى الله عنه لَوْلاَ حُبُّ الوَطَنِ لَخَرُبَ بَلَدُ السُّوءِ فَبِحُبِّ الأَوْطَانِ عُمِّرَتْ البُلْدَان

Artinya:
"Di dalam tafsirnya ayat (QS. Al-Qashash:85) terdapat suatu petunjuk atau isyarat bahwa “cinta tanah air sebagian dari iman”. Rasulullah SAW (dalam perjalanan hijrahnya menuju Madinah) banyak sekali menyebut kata; “tanah air, tanah air”, kemudian Allah SWT mewujudkan permohonannya (dengan kembali ke Makkah)….. Sahabat Umar RA berkata; “Jika bukan karena cinta tanah air, niscaya akan rusak negeri yang jelek (gersang), maka sebab cinta tanah air lah, dibangunlah negeri-negeri”. (Ismail Haqqi Al-Hanafi, Ruhul Bayan, Beirut, Dar Al-Fikr, Juz 6, hal. 441-442).

Rasa cinta terhadap tanah air juga diisyaratkan oleh Rasulullah S.A.W dalam sebuah hadits:

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ نَاقَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا ....... وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّة حُبِّ الوَطَنِ والحَنِينِ إِلَيْهِ

Artinya:
“Diriwayatkan dari sahabat Anas: bahwa Nabi SAW ketika kembali dari bepergian, dan melihat dinding-dinding madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah". (HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi).

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (w 852 H) dalam kitabnya Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari (Beirut, Dar Al-Ma’rifah, 1379 H, Juz 3, hal. 621), menegaskan bahwa dalam hadits tersebut terdapat dalil (petunjuk): pertama, dalil atas keutamaan kota Madinah; kedua, dalil disyariatkannya cinta tanah air dan rindu padanya.

Dapat kita ambil kesimpulan dari hadits diatas bahwa Rasulullah SAW memiliki kecintaan terhadap tanah Madinah, meskipun madinah bukan tanah kelahiran beliau akan tetapi rasa cinta beliau terjadap madinah layaknya cinta beliau terhadap tanah kelahiran beliau yakni Makkah. Ditempat inilah Rasulullah S.A.W hijrah setelah diusir dari kota Makkah, maka tak mengherankan jika Rasulullah S.A.W mencintai Madinah layaknya Makkah, karena begitu diterimanya Rasulullah S.A.W di kota ini.

PANDANGAN ULAMA TENTANG CINTA TANAH AIR.

Pandangan cinta terhadap tanah air juga ditunjukkan oleh beberapa ulama nusantara sebut saja Kiai Hasyim Asy’ari, beliau adalah ulama yang mampu membuktikan bahwa agama dan nasionalisme bisa saling memperkuat dalam membangun bangsa dan negara. Dua unsur ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Agama Islam memerlukan tanah air /wilayah sebagai salah satu media dakwah dalam menyebarkan agama, sedangkan tanah air memerlukan siraman-siraman nilai-nilai agama agar tidak tandus dan kering diterpa berbagai permasalahan negara.

Pandangan Kiai Hasyim Asy’ari tersebut tentu melihat maslahat yang lebih luas, yakni kemerdekaan sebuah bangsa yang akan mengantarkan pada kemakmuran dan keadilan sosial. Tanpa adanya kesadaran untuk membela tanah air, mustahil rasanya negara ini mampu merdeka seperti saat ini, bahkan besar kemungkinan prnjajahan akan tetap eksis hingga saat ini. Inilah sebuah bukti bahwa cinta tanah air mampu mengobarkan semangat masyarakat untuk memperjuangkan kemerdekaan dan kebebasan rakyat. Masyarakat tidak rela jika tanah kelahirannya dinikmati dan dijajah oleh orang asing yang sama sekali tidak memiliki hak atas tanah kelahiran mereka.

KH Said Aqil Siraij memberikan pernyataan bahwa "agama tanpa nasionalisme akan menjadi ekstrem, sedangkan nasionalisme tanpa agama akan kering". Hal ini terbukti ketika fenomena ekstremisme agama justru lahir dari orang dan kelompok orang yang terlalu eksklusif dan sempit dalam memahami agama tanpa memperhatikan realitas sosial kehidupan.

Banyak sekali cara untuk memanifestasikan rasa cinta rakyat terhadap bangsanya, mulai dengan mengisi hal hal yang bermanfaat baik hal tersebut berkontribusi langsung terhadap negara ataupun tidak. Sebagai contoh konkret yang cukup sederhana adalah memupuk persaudaraan dengan orang maupun kelompok, baik seseorang itu memiliki latar belakang yang sama dengan kita atau yang memiliki perbedaan baik dalam segi suku, agama, dan latar belakang kehidupan yang berbeda. Hal ini dilakukan tidak lain adalah untuk memperkuat dan menyelaraskan persatuan dan silaturrahim antar sesama manusia terlepas dari latar belakang kehidupan yang berbeda, akan tetapi memiliki kesamaan dalam ideologi dalam berbangsa dan bernegara.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13).

Untuk mempertegas pandangan cinta tanah air dalam Islam, ulama muda asal Lampung KH Ahmad Ishomuddin (2018) mengungkapkan beberapa dalil tentang cinta tanah air dalam perspektif ajaran Islam:

Pertama, cinta tanah air dalam Al-Qur'an dan menurut para ahli tafsir. Allah S.W.T berfirman, "Dan sesungguhnya jika seandainya Kami perintahkan kepada mereka  (orang-orang munafik): "Bunuhlah diri kamu atau keluarlah dari kampung halaman kamu!" niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka..." (QS. An-Nisa': 66).

Dalam Tafsir Al-Kabir, Al-Imam Fakhr Al-Din Al-Razi menafsirkan ayat di atas, "Allah menjadikan meninggalkan kampung halaman setara dengan bunuh diri". Pernyataan Al-Razi diatas menjelaskan bahwa meninggalkan tanah air bagi orang-orang yang berakal adalah perkara yang sangat sulit dan berat, sama sebagaimana sakitnya bunuh diri. Jadi, cinta tanah air merupakan fitrah yang terhunjam sangat dalam pada jiwa manusia.

Kedua, cinta tanah air dalam hadits dan penjelasan ulama pen-syarah-nya. "Diriwayatkan dari Anas, bahwa Nabi S.A.W ketika kembali dari bepergian dan melihat dinding-dinding Madinah, beliau mempercepat laju untanya. Dan apabila  beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkannya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah." (HR.  Al-Bukhari, Ibn Hibban dan Al-Turmudzi).

Mengomentari hadits di atas, dalam Fath Al-Bari, Al-Hafidz Ibnu Hajar menyatakan, "Hadits ini menunjukkan keutamaan kota Madinah dan disyariatkannya cinta tanah air." Hal yang sama juga dikemukakan dalam kitab 'Umdat Al-Qariy oleh Badr Al-Din Al-'Aini.

Ketiga, cinta tanah air menurut para ahli fiqih. Bahwa hikmah berhaji dan pahalanya yang besar karena mendidik jiwa menjadi lebih baik dengan meninggalkan tanah air dan keluar dari kebiasaannya. Dalam kitab Al-Dakhirah, Al-Qarafi menyatakan, "Manfaat haji adalah mendidik diri dengan meninggalkan tanah air."

Keempat, cinta tanah air menurut para wali. Orang-orang yang saleh senantiasa mencintai tanah air. Dalam kitab Hilyat Al-Awliya', Abu Nu'aim meriwayatkan dengan sanadnya kepada pimpinan kaum zuhud dan ahli ibadah, Ibrahim bin Adham, ia berkata, "Saya tidak pernah merasakan penderitaan yang lebih berat daripada meninggalkan tanah air."

Orang yang beragamanya benar dan cinta terhadap tanah airnya akan selalu memerhatikan keamanan tanah air, tempat hidupnya, kampung halamannya. Ia tidak akan membuat kegaduhan demi kegaduhan, tidak menebar kebencian dan saling permusuhan di antara setiap orang dan setiap suku serta para pemilik indentitas berbeda yang menempati setiap jengkal tanah airnya.

Orang yang mencintai tanah air karena perintah agamanya bahkan sanggup mengorbankan harta benda hingga semua yang ia miliki, bahkan mengorbankan nyawanya untuk kepentingan mempertahankan tanah airnya dari setiap ancaman, baik yang datang dari dalam maupun dari luar.

Maka sebagai seorang Muslim yang mengerti betul tentang arti persatuan dan kesatuan sudah selayaknya mencerminkan kecintaannya terhadap tanah air dengan berbagai upaya. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa tanah air ini tidak hanya dihuni oleh satu orang atau satu kelompok saja, maka sudah selayaknya kita sebagai seorang Muslim memperlihatkan bahwa Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin, agama yang mampu menyelaraskan diri dengan kondisi lingkungan yang ada yang mampu memberikan rasa damai disekitarnya.

0 comments:

Post a Comment