//]]> KONTROVERSI DAN DISKRIMINASI KAUM SYIAH TERHADAP SAYYIDINA HASAN DAN SAYYIDINA HUSEIN - SPIRIT MUSLIM (SPIRUM)

February 17, 2019


Spirit Muslim. Hasan dan Husein adalah 2 putera keturunan Ali Bin Abi Thalib sekaligus cucu Rasulullah S.A.W yang paling dicintainya. Rasulullah S.A.W senantiasa mencurahkan kasih sayangnya dengan mencium mereka berdua pada banyak kesempatan. Bahkan Rasulullah S.A.W memberikan isyarat bahwa mereka berdua adalah pemuka bagi para pemuda di surga.


Husein tumbuh dalam lingkungan yang paling bersih dan mulia dari sifat manusiawi. Datuknya adalah Rasulullah S.A.W pemuka sekalian makhluk. Ayahnya adalah Ali bin Abi Thalib, memiliki peringkat teratas dari sifat dermawan, penuh pengorbanan, berjuang, dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya. Ibunya adalah Fatimah Az-Zahra, seutama-utama perempuan pada masanya. Maka memadailah jika dikatakan bahwa dia adalah puteri Rasulullah, isteri bagi pemimpin para pejuang, dan ibu dari pemuka para pemuda ahli surga.

Adalah kaum Syi’ah Yang mulai mendiskriminasikan antara Hasan, Husein, para sahabat, dan ahlul bait lainnya. Ini bermula setelah terbunuhnya sayyidina Husein dalam peristiwa memilukan di Karbala. Pada awalnya para pemuka Kuffah yang mengetahui akan terjadi pembaiatan paksa terhadap putera Muawiyah yakni Yazid bin Muawiyah yang notabene pemerintahan tersebut merupakan salah satu pemerintahan yang cukup bengis, para pemuka Kuffah mendesak Sayyidina Husein untuk hadir dalam pembaiatan tersebut menggantikan Yazid bin Muawiyah. Namun Sayyidina Husein mengerti hal tersebut akan memperkeruh suasana kemudian beliau lebih dulu mengutus Muslim Bin Aqil menuju ke Kufah, namun sayangnya ia dibunuh oleh Ubaidillah Ibn Ziyad yang menjadi penguasa kota basrah pada waktu itu. Sayyidina Husein tidak mengetahui peristiwa pembunuhan tersebut karena terjadi satu hari sebelumnya. Ditengah perjalanan, sayyidina Husein mengutamakan untuk kembali ke Makkah namun rombongan yang berjumlah 70 orang yang terdiri dari pengikut Husein dan keluarga Muslim bin Aqil tersebut bersikukuh untuk tetap melanjutkan perjalanan menuju Kuffah untuk segera membaiat Sayyidina Husein.


Kejadiannya sangat cepat. Dua utusan Husein terbunuh lagi, saat mengingatkan penduduk Kufah tentang syarat dan ajakan mereka untuk membaiatnya, dua utusan tersebut dibunuh oleh Ubaidillah bin Ziyad. Keadaan semakin serius, sampai pada puncaknya berakhir di Karbala, di mana kepala-kepala keluarga Rasulullah dipenggal, lalu kepala tersebut dibawa di atas hujung tombak menuju ke Ubaidillah bin Ziyad, kemudian diserahkan kepada Yazid bin Muawiyah di Damaskus. Husein terbunuh oleh orang yang bernama Syamr bin Dzi Jausyan, yang kemudian ia mendapat murka Allah, para malaikat dan kaum muslimin seluruhnya.

Kepala Husein yang mulia tersebut dipindahkan dari satu kota ke kota yang lain, hingga sampai di kota Asqalan. Di situlah penguasa setempat menguburkannya. Lalu ketika bangsa Eropa berkuasa pada waktu perang Salib, Thalaih bin Raziq menebusnya dengan uang 30.000 dirham agar kepala tersebut boleh dipindahkan ke Kairo dan dapat dikubur di tempat di mana ia mati syahid semasa hidupnya.

Dari peristiwa inilah kelompok Syiah memperingati Hari Asyura setiap tahunnya dengan menjadikan hari tersebut sebagai ajang untuk melakukan ratapan dan kesedihan atas meninggalnya sayyidina Husein. Ritual ini bukan semata berbalut kesedihan, tetapi diiringi dengan aksi penyiksaan diri. Tak jarang senjata-senjata tajam dan keras digunakan sebagai bentuk keprihatinan atas tragedi tersebut.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ritual ini dimulai tahun 352 H. Pencetusnya adalah Dinasti Buwaih beraliran Syiah yang mewajibkan penduduk Irak untuk melakukan ratapan terhadap Husein. Yaitu dengan menutup pasar, melarang memasak makanan, dan para wanita mereka keluar kemudian menampar-nampar wajah serta membuat fitnah di hadapan manusia.

Hal ini kemudian diikuti oleh Dinasti Fatimiyah yang merayakannya dengan tindakan serupa. Pada hari itu, khalifah duduk dengan muka masam sambil memperlihatkan kesedihan, begitu juga para hakim, dai, dan pejabat pemerintah. Para penyair membuat syair dan menyebutkan riwayat dan kisah-kisah karangan tentang pembunuhan Husein.


Hingga saat ini, perayaan yang dianggap agung oleh kelompok Syiah ini masih terus dilakukan. Wilayah-wilayah yang menjadi basis atau berkerumunnya kelompok Syiah selalu ramai ketika momen ini tiba. Para lelaki, wanita, hingga balita ikut turun menyemarakkan acara yang dibalut ratapan dan darah ini. Semua itu diklaim sebagai bentuk keprihatinan atas tragedi yang menimpa putra Ali.

Namun yang sangat disayangkan atas acara tersebut, itikad untuk menghormati kematian Husein tersebut tidak dibarengi dengan penghormatan terhadap para sahabat lainnya. Bahkan, terhadap putra Ali yang ikut terbunuh dalam peristiwa itupun, kaum Syiah enggan untuk menyebutnya. Dalam kitab dan pujian-pujian yang terkait dengan pembunuhan Husein, tidak akan didapati nama-nama Abu Bakar dan Utsman bin Ali di dalamnya.

Selain bentuk diskriminasi terhadap para sahabat, ritual semacam ini juga tidak pernah ada contoh dari Nabi SAW. Maka, benarlah apa yang dikatakan Syaikh Abdul Aziz Ath-Thuraifi ketika menyangkal ritual bidah yang telah bertahun-tahun menjadi tradisi kaum Syiah tersebut. Alasan-alasan yang beliau kemukakan adalah sebagai berikut:
  1. Ketika terbunuhnya Hamzah bin Abdul Muthalib, tidak ada peringatan dan hari berduka cita yang diperuntukkan Nabi SAW untuknya. Padahal, Hamzah menjadi korban paling agung di zaman Nabi SAW. Ia dibunuh dan jasadnya dicincang-cincang. Saat melihat jenazahnya pun, Nabi SAW menangis dan berkata, “Saya tidak akan ditimpa musibah seperti ini selamanya.”
  2. Seandainya secara logika apa yang dilakukan Syiah seperti menangis dan menampar-nampar pada hari terbunuhnya Husain itu sah, maka akan diperbolehkan bagi umat untuk melakukannya tiap hari dalam setahun. Karena tidak ada hari dalam setahun yang kosong dari meninggalnya seorang Imam
  3. Ali bin Abi Thalib dibunuh dengan zalim, dan anak beliau, Husain hidup selama 21 tahun sepeninggalnya. Husain sama sekali tidak membuat peringatan duka cita atas meninggalnya sang ayah. Lantas, kenapa Syiah tidak melakukan peringatan yang sama kepada Ali, sebagaimana mereka memperingati hari kematian Husain? Padahal, Ali lebih afdhal daripada Husain.

0 comments:

Post a Comment