//]]> INILAH KEUTAMAAN PUASA TARWIYAH DAN ARAFAH - SPIRIT MUSLIM (SPIRUM)

September 08, 2017


Spirit Muslim. Hari Tarwiyah dan Arafah merupakan salah satu hari yang terdapat pada bulan Dzulhijjah. Disamping itu bulan Dzulhijjah merupakan bulan terakhir yang terdapat dalam penanggalan Hijriyah. Umat Muslim pada hari Tarwiyah dan Arafah dianjurkan untuk melaksanakan puasa karena banyak dalil-dalil yang menyebutkan tentang keutamaan serta fadhilah mengerjakan puasa sunnah Tarwiyyah dan Arafah ini. Pahala yang dijanjikan Allah S.W.T sungguh menggiurkan. Karena itu, umat Islam saat ini yang tidak menunaikan ibadah haji di Tanah Suci, maka dengan adanya ibadah ini menjadi salah satu kesempatan bagi umat muslim yang sedang tidak berhaji untuk mencari pahala sebanyak-banyaknya melalui puasa Tarwiyah dan Arafah ini.
Tarwiyah dan Arafah merupakan dua hari paling utama yang terdapat pada 10 hari awal bulan Dzulhijjah. Selain disunnahkan utuk berpuasa, pada kedua hari tersebut kita disunnahkan memperbanyak dzikir dan doa-doa, yang mana dzikir dan doa tersebut juga memiliki keutamaan serta keunggulan tersendiri jika dilakukan pada hari Tarwiyah dan Arafah.

Puasa Tarwiyah dan Arafah sejatinya merupakan sunnah dan anjuran dari Rasulullah untuk dilaksanakan umatnya. Puasa Tarwiyah merupakan puasa yang dilaksanakan pada tangal 8 Dzulhijjah. Sedangkan puasa Arafah merupakan puasa yang dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa tarwiyah bisa dilakukan bagi muslim yang sedang melaksanakan haji maupun yang tidak melaksanakan ibadah haji, bahkan juga dianjurkan puasa dari tanggal 1 Dzulhijjah. Sementara itu puasa Arafah disunnahkan bagi yang tidak melaksanakan ibadah haji.

Berbicara mengenai puasa sunnah tentu tidak lepas dari sebuah hikmah dan keutamaan yang terdapat didalamnya. Beberapa macam puasa sunnah memiliki keutamaan tersendiri, tak terkecuali puasa sunnah Tarwiyah dan Arafah ini. Berikut keutamaan-keutamaan yang terdapat dalam puasa sunnah tersebut.


KEUTAMAAN PUASA TARWIYAH

Hari Tarwiyah merupakan hari yang berkaitan erat dengan peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim yang bermimpi diperintah oleh Allah S.W.T untuk menyembelih putranya, yakni Nabi Ismail.

Sebelumnya, pada hari ke-8 bulan Dzulhijjah, ia merenung dan berpikir tentang kebimbangannya untuk menyembelih putranya tersebut. Ia bimbang apakah perintah tersebut benar-benar perintah dari Allah atau justru perintah dari syetan. Maka dari itu hari tersebut dinamakan hari Tarwiyah yang berarti "hari berpikir" atau "hari bertanya-tanya".

Selanjutnya pada hari ke-9, Nabi Ibrahim akhirnya mendapat takwil dari mimpi tersebut. Nabi Ibrahim sadar dan mengerti bahwa mimpi yang dialaminya tersebut benar-benar merupakan mimpi yang berisi perintah dari Allah, sehingga pada hari tersebut disebut dengan Hari Arafah yang artinya "Hari Mengetahui", karena nabi Ibrahim telah mengetahui kebenaran dari mimpi tersebut.

Sedangkan pada hari ke-10, ia melaksanakan perintah Allah S.W.T dalam mimpi itu, yakni menyembelih putranya, sehingga disebut hari Nahr (penyembelihan).

Selain itu Tarwiyah juga memiliki makna lain yang mana kata tersebut berasal dari kata Tarawwa [تَرَوَّى] yang artinya "membawa bekal air". Karena pada hari itu, para jamaah haji membawa banyak bekal air zam-zam untuk persiapan di Arafah menuju Mina.

Ibn Qudamah menjelaskan:

سمي بذلك لأنهم كانوا يتروون من الماء فيه، يعدونه ليوم عرفة. وقيل: سمي بذلك؛ لأن إبراهيم – عليه السلام – رأى ليلتئذ في المنام ذبح ابنه، فأصبح يروي في نفسه أهو حلم أم من الله تعالى؟ فسمي يوم التروية

Artinya: "Dinamakan demikian, karena para jamaah haji, mereka membawa bekal air pada hari itu, yang mereka siapkan untuk hari arafah. Ada juga yang mengatakan, dinamakan hari Tarwiyah, karena Nabi Ibrahim ’alaihissalam pada malam 8 Dzulhijjah, beliau bermimpi menyembelih anaknya. Di pagi harinya, beliau yarwi (berbicara) dengan dirinya, apakah ini mimpi kosong ataukah wahyu Allah? Sehingga hari itu dinamakan hari Tarwiyah". (Al-Mughni, 3/364).

Baca juga: Penjelasan hari tasyrik lengkap dengan pengertian keutamaan serta amalan-amalannya

Sering kita mendengar bahwa dengan puasa pada hari Tarwiyah itu sama dengan puasa selama satu tahun dan puasa pada hari arafah sama dengan puasa selama 2 tahun,

lantas benarkah keutamaan seperti itu ?

Hadits yang menyatakan hal tersebut adalah hadits berikut ini



مَنْ صَامَ الْعَشْرَ فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ صَوْمُ شَهْرٍ ، وَلَهُ بِصَوْمِ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ سَنَةٌ ، وَلَهُ بِصَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ سَنَتَانِ

Artinya:
”Siapa yang puasa 10 hari, maka untuk setiap harinya seperti puasa sebulan. Dan untuk puasa pada hari Tarwiyah seperti puasa setahun, sedangkan untuk puasa hari Arafah, seperti puasa dua tahun.”


Para ulama menegaskan bahwa hadis ini adalah hadis PALSU. Ibnul Jauzi  mengatakan:

وهذا حديث لا يصح . قَالَ سُلَيْمَان التَّيْمِيّ : الطبي كذاب . وَقَالَ ابْن حِبَّانَ : وضوح الكذب فِيهِ أظهر من أن يحتاج إِلَى وصفه

Artinya:
"Hadis ini tidak shahih. Sulaiman At-Taimi mengatakan, At-Thibbi seorang pendusta. Ibnu Hibban menilai, At-Thibbi jelas-jelas pendusta. Sangat jelas sehingga tidak perlu dijelaskan". (Al-Maudhu’at, 2/198).

Keterangan serupa juga disampaikan Asy-Syaukani. Ketika menjelaskan status hadis ini, beliau mengatakan:

رواه ابن عدي عن عائشة مرفوعاً ولا يصح وفي إسناده : الكلبي كذاب

Artinya:
"Hadis ini disebutkan oleh Ibn Adi dari A’isyah secara marfu’. Hadis ini tidak shahih, dalam sanadnya terdapat perawi bernama Al-Kalbi, seorang pendusta". (Al-Fawaid Al-Majmu’ah, 1/45).

Namun sebagian ulama sepakat memperbolehkan mengamalkan hadits yang dhloif tersebut, sebatas hadits itu diamalkan dalam rangka fadla'ilul a’mal (untuk memperoleh keutamaan). Selain itu hadits yang dimaksud juga tidak berkaitan dengan masalah aqidah dan hukum, dengan kata lain tidaklah mengapa mengamalkan amalan Dhaif yang bertujuan untuk Taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah.

Perlu kita ketahui juga, banyak fuqaha yang memfatwakan bahwa puasa pada hari Tarwiyah itu hukumnya sunnah atau sebagai fadhilah, hal ini berdasarkan dua alasan.

Pertama, atas dasar Ihtiyath (berhati-hati) dan cermat dalam mengupayakan mendapat fadhilah puasa Arafah yang begitu besar. Bahkan Syaikh Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya Fath al-Mu’in berkata, puasa ini termasuk sunnah Mu’akkadah.

Kedua, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits tentang keutamaan sepuluh hari bulan Dzulhijjah di sisi Allah SWT, yang mana Tarwiyah dan Arafah juga berada di dalamnya dan kedua puasa ini sangat berhubungan untuk memperoleh keutamaan puasa pada hari Arafah.

Selain itu, memang pada hari-hari pada sepersepuluh bulan Dzulhijjah adalah hari-hari yang istimewa untuk menjalankan ibadah seperti puasa. Bahkan Rasulullah menggambarkan mereka yang melakukan ibadah pada sepuluh awal pertama itu lebih besar dari jihad. Ibnu Abbas r.a meriwayatkan Rasulullah S.A.W bersabda:

مَا مِنْ أيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهَا أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِيْ أَياَّمُ اْلعُشْرِ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ! وَلَا الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ؟ قَالَ: وَلَا الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ إلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهُ فَلَمْ يَرْجِعُ مِنْ ذَلِكَ شَيْءٌ

Artinya:
"Diriwayatkan Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada perbuatan yang lebih disukai oleh Allah SWT, dari pada perbuatan baik yang dilakukan pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Para sahabat bertanya: 'Ya Rasulallah, walaupun jihad di jalan Allah', Rasulullah bersabda: 'Walau jihad pada jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan harta bendanya, kemudian tidak kembali selama-lamanya atau menjadi syahid". (H.R Bukhari).

Sementara itu Imam An-Nawawi berkata dalam Syarh Muslim (3/251), "Yang dimaksud dengan sepuluh hari di sini adalah sembilan hari pertama dari bulan Dzulhijjah".



KEUTAMAAN PUASA ARAFAH

Selain puasa Tarwiyah, dalam syariat juga disunnahkan puasa Arafah. Kesunnahan berpuasa pada hari Arafah tidak didasarkan adanya wukuf di Arafah oleh jamaah haji, akan tetapi karena memang hari Arafah telah dimuliakan oleh Allah S.W.T.

Baca juga: Niat Puasa Arafah Lengkap

Islam memberikan keutamaan khusus untuk puasa tanggal 9 Dzulhijjah (hari Arafah), dimana puasa pada hari tersebut akan menghapuskan dosa setahun yang telah lalu dan setahun yang akan datang. Dari Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفّر السنة التي قبله ، والسنة التي بعده. . . .

Artinya:
“…puasa hari arafah, saya berharap kepada Allah agar menjadikan puasa ini sebagai penebus (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya". (HR. Ahmad dan Muslim).

Mengenai pengampunan dosa dari puasa Arafah, para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah dosa kecil dan tidak termasuk dosa besar. Dan ada yang berpendapat pengampunan tersebut meliputi dosa kecil maupun besar.

Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika bukan dosa kecil yang diampuni, semoga dosa besar yang diperingan. Jika tidak, semoga ditinggikan derajat”. (Syarh Shahih Muslim, 8: 51).

Sedangkan Ibnu Taimiyah rahimahullah memberi penjelasan, “Bukan hanya dosa kecil yang diampuni, dosa besar bisa terampuni karena hadits di atas sifatnya umum”. (Keterangan lengkap lihat Majmu’ Al Fatawa, 7 : 498-500).

Namun keutamaan semacam ini tidak kita jumpai untuk puasa tanggal 8 Dzulhijjah (hari Tarwiyah) karena tidak ada keterangan yang menyebutkan hal tersebut, selain itu terdapat hadits yang menyebutkan keutamaan puasa Tariwiyah yang mana hadits tersebut berstatus Dhoif (palsu) seperti yang disebutkan diatas.
Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Adapun hukum puasa Arafah menurut Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah, disunnahkan puasa Arafah bagi yang tidak berwukuf di Arafah. Adapun orang yang sedang berhaji dan saat itu berada di Arafah, menurut Imam Syafi’i secara ringkas dan ini juga menurut ulama Syafi’iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya hadits dari Ummul Fadhl”. (Al Majmu’ 6: 428).

Orang yang melaksanakan ibadah haji tidak disunnahkan untuk melaksanakan puasa Arafah.

عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ

Artinya: “Dari Ummul Fadhl binti Al Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian mereka mengatakan, ‘Beliau berpuasa’. Sebagian lainnya mengatakan, ‘Beliau tidak berpuasa’. Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada Beliau, ketika Beliau sedang berhenti di atas unta Beliau, maka Beliau meminumnya”. (HR. Bukhari : 1988 dan Muslim : 1123).

Puasa Tarwiyah dan Arafah sangat dianjurkan bagi setiap Muslim yang tidak berhaji untuk turut merasakan nikmat yang sedang dirasakan oleh para jamaah haji yang sedang menjalankan ibadah di tanah suci.

Tidak diragukan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan yang paling utama, disebutkan dalam hadist Qudsi: "Puasa ini adalah untuk-Ku, dan Aku-lah yang akan membalasnya. Sungguh dia telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena Aku".

Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah S.A.W bersabda: "Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun". (HR Bukhari Muslim).

Subhanallah, begitu besar keringanan yang telah Allah berikan bagi seseorang yang melaksanakan puasa Tarwiyah dan Arafah tersebut. Sudah selayaknya kita dapat memanfaatkan kedua hari tersebut dengan melaksanakan puasa sunnah, lebih-lebih pada 10 hari pertama pada bulan Dzulhijjah. Semoga dapat bermanfaat dan semoga kita termasuk golongan orang-orang yang beruntung untuk memanfaatkan bulan Dzulhijjah ini dengan amal-amal shalih. Amin.

0 comments:

Post a Comment