//]]> LOCKDOWN: KONSEP KARANTINA DALAM SYARIAT ISLAM - SPIRIT MUSLIM (SPIRUM)

March 23, 2020


Spirit Muslim. Keberadaan virus Corona (covid-19) yang tengah mengancam populasi umat manusia akhir-akhir ini membuat berbagai negara mengambil kebijakan untuk menekan angka kematian yang disebabkan  oleh virus ini. Salah satu kebijakan yang cukup efektif untuk menangani virus ini adalah dengan menerapkan metode Lockdown atau isolasi yakni dengan mengkarantina seseorang atau bahkan satu populasi sebuah negara. Lockdown dilakukan bertujuan untuk menekan penyebaran virus seminimal mungkin sehingga diharapkan mampu memutus mata rantai penularan virus.

Metode Lockdown/ karantina bukanlah hal asing untuk menangani sebuah virus, metode ini sejatinya telah diaplikasikan lebih dulu dalam agama Islam lebih dari 1400 tahun yang lalu yakni pada masa Rasulullah S.A.W saat merebaknya penyakit kusta dan lepra, juga pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab saat menghadapi wabah Tha’un yang cukup ganas dan mematikan.

Konsep karantina dalam Islam secara tidak langsung menjadi pondasi dasar penerapan Lockdown saat ini, yakni dengan membatasi seseorang untuk keluar dari wilayahnya dan melarang orang lain memasuki wilayah yang terdampak wabah atau virus. Berikut Spirit Muslim akan memaparkan konsep Lockdown secara lengkap dalam syari’at Islam serta metode karantina atau Isolasi yang pernah diterapkan pada masa Rasulullah S.A.W dan pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab r.a.


PENGERTIAN LOCKDOWN/ KARANTINA/ ISOLASI.

Lockdown merupakan situasi dimana pemerintah dan otoritas setempat melarang warganya untuk masuk ke suatu tempat karena kondisi darurat. Lockdown juga bisa berarti negara yang menutup perbatasannya, agar tidak ada orang yang masuk atau keluar dari negaranya.

Lockdown juga bisa diartikan sebagai penerapan karantina terhadap suatu daerah atau wilayah tertentu dalam rangka mencegah perpindahan orang, baik masuk maupun keluar wilayah tersebut, untuk tujuan tertentu yang mendesak.  Kebijakan karantina wilayah ditetapkan oleh sebuah negara yang mengalami keadaan darurat seperti perang atau wabah penyakit menular.


LOCKDOWN PADA MASA RASULULLAH S.A.W.

Pada zaman Rasulullah S.A.W pernah terjadi sebuah wabah yang menggemparkan dimana wabah tersebut menular dan belum ada obat untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Penyakit tersebut adalah penyakit Kusta dan lepra.

Ketika wabah tersebut terjadi, Rasulullah S.A.W memerintahkan untuk tidak mendekati atau melihat seseorang yang menderita penyakit tersebut. Dalam sebuah hadist, Rasullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

 لاَ تُدِيمُوا النَّظَرَ إِلَى الْمَجْذُومِينَ

Artinya:
"Jangan kamu terus menerus melihat orang yang menghidap penyakit kusta." (H.R. Bukhari).

Selain itu Rasulullah Muhammad S.A.W juga memperingatkan untuk tidak mendekati atau bahkan beraktivitas disebuah daerah yang terjangkit wabah. Semua umat dianjurkan untuk menghindar dari daerah yang terdampak dari wabah tersebut.

فِرَّمِنَ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّمِنَ الْاَسَدِ (رواه البخرى ومسلم

Artinya:
“Larilah dari orang yang sakit lepra, sebagaimana kamu lari dari singa...” (H.R. Bukhori dan Muslim).

Sebaliknya jika seseorang tersebut terjangkit wabah, Rasulullah S.A.W melarang ia keluar dari wilayahnya, hal ini bertujuan agar penularan tidak semakin meluas.

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا

Artinya:
"Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (H.R. Bukhari).


WABAH THA'UN PADA MASA KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB R.A.

Al-Thau’n Awamis adalah salah satu wabah yang sangat mematikan di Era Khalifah Umar Ibn Al-Khattab ra. Wabah model seperti sebenarnya sudah ada sejak dulu, hingga era pemerintahan Khalifah Umar ra. Sebelum Hijrahnya Rasulullah SAW, Madinah pernah terkena wabah juga walapun tidak sedahsyat Al-Thoun di Al-Syam.

Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya yang berjudul Ath-Thibb an-Nabawi, secara bahasa, thaun adalah sejenis wabah penyakit, demikian disebutkan dalam ash-Shihah.

Sementara itu, di kalangan medis, thaun adalah pembengkakan parah yang mematikan, menimbulkan rasa haus dan dahaga yang amat parah dan rasa sakit yang luar biasa. penyebabnya berasal dari bakteri Pasterella Pestis yang menyerang tubuh manusia. Tubuhnya menjadi hitam, hijau, atau abu-abu. Selanjutnya, nanah akan muncul. Biasanya, thaun menyerang tiga lokasi di tubuh, yaitu ketiak, bagian belakang telinga, dan ujung hidung. Di samping itu, thaun terdapat di bagian daging tubuh yang lunak.

Rasulullah SAW juga pernah berdoa kepada Allah SWT agar Madinah terhindar dari wabah ‎‎(virus) yang mematikan. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda,‎ 

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ((عَلَى أَنْقَابِ الْمَدِينَةِ مَلَائِكَةٌ لَا يَدْخُلُهَا الطَّاعُونُ وَلَا الدَّجَّالُ)) رواه البخاري

Artinya:
Rasulullah SAW bersabda “Di setiap pintu masuk Madinah terdapat malaikat yang tidak ‎dapat dimasuki Tha’un dan Dajjal" (H.R. Bukhori).‎ 

Jika umat muslim menghadapi hal ini, dalam sebuah hadits disebutkan janji surga dan pahala yang besar bagi siapa saja yang bersabar ketika menghadapi wabah penyakit.

 الطَّاعُونُ شَهَادَةٌ لِكُلِّ مُسْلِمٍ

Artinya:
"Kematian karena wabah adalah surga bagi tiap muslim (yang meninggal karenanya). (H.R. Bukhari).

Wabah tidak hanya menyerang umat manusia pada zaman Rasulullah S.A.W saja, akan tetapi pada zaman kekhalifahan sayyidina Umar bin Khattab juga terdapat wabah menular yang membuat khalifah Umar membatalkan perjalanannya menuju Syam.

أَنَّ عُمَرَ، خَرَجَ إِلَى الشَّأْمِ، فَلَمَّا كَانَ بِسَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّأْمِ، فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏ "‏ إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ ‏

Artinya:
"Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilah bernama Sargh. Saat itu Umar mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengatakan pada Umar jika Nabi Muhammad SAW pernah berkata, "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (H.R. Bukhari).

Dalam hadits yang sama juga diceritakan Abdullah bin Abbas dan diriwayatkan Imam Malik bin Anas, keputusan Umar sempat diragukan Abu Ubaidah bin Jarrah. Dia adalah pemimpin rombongan yang dibawa Khalifah Umar.

Menurut Abu Ubaidah, Umar tak seharusnya kembali karena bertentangan dengan perintah Allah SWT. Namun Umar kemudian melakukan musyawarah dengan orang-orang anshar dan muhajirin dalam rombongan tersebut. Sayyidina Umar kemudian mengambil keputusan bahwa beliau akan kembali pulang bersama rombongan tersebut dan sayyidina Umar menjawab bahwa dia tidak melarikan diri dari ketentuan Allah SWT, namun menuju ketentuan-Nya yang lain. Jawaban Abdurrahman bin Auf ikut menguatkan keputusan khalifah untuk tidak melanjutkan perjalanan karena wabah penyakit.

0 comments:

Post a Comment