//]]> Biografi Lengkap Gus Baha (KH. Ahmad Bahauddin Nursalim) Rembang - SPIRIT MUSLIM (SPIRUM)

November 25, 2022


Spirit Muslim. Salah satu sosok ulama yang kini tengah menjadi sorotan publik tanah air beliaulah KH. Ahmad Bahauddin Nursalim atau familiar dengan panggilan Gus Baha. Beliau terkenal karena memiliki sanad keilmuan sampai hingga Rasulullah S.A.W dan juga dikenal sebagai ahli tafsir terbaik di tanah air pada era ini. Setiap penjelasan beliau pun juga tidak hanya mengedepankan penjelasan dengan dalil Naqli saja namun penjelasan beliau juga bersifat rasional dan logis sehingga antara ilmu Naqli dan ilmu Aqli berkesinambungan sehingga apa yang beliau jelaskan mudah diterima banyak masyarakat awam. Ketinggian ilmu beliau tidak lepas dari peran guru beliau yakni Alm. K.H. Maimoen Zubair atau biasa disapa mbah Moen. Gus Baha merupakan salah satu sosok murid kesayangan mbah Moen, maka tidak heran jika seolah-olah mbah Moen mewariskan semua ilmunya kepada Gus Baha.

Disatu sisi Gus Baha pun juga pernah ditawari gelar Honoris Causa (gelar kehormatan) oleh salah satu universitas di Yogyakarta yakni UII (Universitas Islam Indonesia) namun beliau menolaknya karena khawatir akan menjadi beban dalam hidupnya, karena prinsip beliau adalah menjadi seorang ulama sederhana yang bisa dekat dengan masyarakat, sehingga tidak ada sekat yang terlalu jauh antara ulama dan masyarakat, dengan begitu beliau berharap masyarakat tidak ada rasa sungkan untuk langsung bertanya dan berinteraksi secara langsung dengan beliau untuk menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan syariat Islam. Hal ini lah yang benar-benar beliau jaga sampai saat ini, bahkan dalam berpakaian pun beliau selalu tampil sewajarnya layaknya masyarakat biasa. Inilah salah satu sosok ulama yang mencerminkan sifat ikhlas dalam berdakwah menyampaikan ilmu. Untuk lebih mengenal lebih dalam tentang Gus Baha, berikut Spirit Muslim akan menjelaskan secara lengkap seperti apa biografi Gus Baha, latar belakang pendidikan Gus Baha,  bagaimana perjalanan hidup Gus Baha dari kecil hingga menjadi ulama besar seperti sekarang, serta bagaimana keseharian Gus Baha, Spirit Muslim akan mengupasnya secara lengkap.


SEKILAS BIOGRAFI GUS BAHA


Nama Lengkap : KH. Ahmad Bahauddin Nursalim
Gelar                 : Al-Hafizh Al mufassir Al-Muhaddits Al faqih.  
Kelahiran          : Rembang, 29 September 1970
Orang Tua         : KH. Nursalim Al-Hafidz & Nyai Hj. Yuhanidz
Istri                    : Ning Winda
Putra-putri        : Tasbiha Mahmida, Hassan Tasbiha dan Mila Tasbiha
Saudara        : K.H. Nasirul Mahasin, K. Abdul Ro’uf (alm), Mufadlotul Izzah, Gus Abdul Khakim, Gus Zaimul Umam, Gus Fuad


RIWAYAT KELUARGA GUS BAHA


Gus Baha memiliki riwayat keluarga yang ahli dalam tafsir Al-Qur'an. Ayah beliau yakni KH. Nursalim merupakan sosok ulama yang ahli dalam ilmu Al-Qur'an, maka tidak heran jika Gus Baha mewarisi ilmu sang ayah dengan baik dalam hal menghafal hingga menafsirkan isi Al-Qur'an. Tidak hanya itu saja, ayah Gus Baha juga seorang pengasuh pondok pesantren Tahfidzul Qur'an LP3IA di kecamatan Kragan, Rembang, Jawa Tengah. Dari jalur sang ayah, Gus Baha’ merupakan generasi ke empat dari ulama-ulama ahli Al-Qur'an. Sedangkan dari jalur sang ibu, Gus Baha menjadi bagian dari keluarga besar ulama Lasem, yakni dari Bani Mbah Abdurrahman Basyaiban atau Mbah Sambu.


Ayah Gus Baha memiliki rekam jejak yang sangat diperhitungkan pada masanya, bersama dengan sahabatnya Gus Miek (KH. Hamim Jazuli), beliau berdua memiliki misi untuk membumikan Al-Qur'an di tanah air, beliau berdua pada waktu itu membuat gerakan dengan menyelenggarakan semaan Al-Qur’an secara keliling dari satu tempat ke tempat lain. Gerakan tersebut pada awalnya diberi nama Jantiko (Jamaah Anti Koler) kemudian mengalami perubahan menjadi Mantab (Majelis Nawaitu Topo Broto), lalu berubah lagi menjadi gerakan Dzikrul Ghafilin. 

Gus Baha sendiri menikah pada tahun 2003 dengan salah satu putri ulama Sidogiri Pasuruan bernama ning Winda, hingga saat ini beliau dikaruniai 1 putra dan 2 putri. Putri sulung bernama Tasbiha Mahmida, lalu kedua Hassan Tasbiha, dan terakhir Mila Tasbiha. Ada kisah menarik saat beliau hendak menikah dengan ning Winda, yakni sebelum lamaran dilangsungkan, beliau bertemu calon mertuanya dan meyakinkannya bahwa kehidupan beliau bukanlah kehidupan yang glamor, yakni bergelimang harta, melainkan kehidupan beliau sangatlah sederhana. Beliau berharap agar calon mertuanya tersebut memikirkan ulang jika hendak menerima Gus Baha sebagai seorang menantu. Mengetahui hal tersebut, calon mertua Gus Baha tersenyum sambil mengucapkan "Klop, sami mawon kalih kulo" atau bisa diartikan "Cocok, sama dengan saya". Tidak lama setelah melamar ning Winda, Gus Baha pun melangsungkan akad nikah, dengan segala kesederhaan beliau, beliau berangkat ke Sidogiri Pasuruan dengan menaiki bus ekonomi menuju ke Pasuruan.

Setelah menikah, Gus Baha dan ning Winda menetap di Yogyakarta dengan menyewa rumah untuk mereka tempati. Keputusan beliau untuk menetap disana ternyata membuat sebagian santri-santri beliau yang ada di Karangmangu merasa kehilangan, akhirnya para santri tersebut menyusul Gus Baha disana dan patungan untuk ikut menyewa rumah didekat rumah Gus Baha agar mereka tetap bisa ngaji bersama Gus Baha. Ada sekitar 5 hingga 7 santri mutakhorijin Al-Anwar Rembang maupun MGS yang ikut ke Yogya. Saat di Yogya inilah kemudian banyak masyarakat sekitar rumah Gus Baha yang akhirnya ikut ngaji kepada beliau.

Gus Baha tinggal di Yogya tidak lama, setelah wafatnya ayahanda beliau pada tahun 2005 beliau kembali ke pondok asuhan ayahnya yakni ponpes LP3IA di Narukan untuk melanjutkan perjuangan sang ayah memimpin pondok pesantrennya disana sekaligus berkhidmah kembali di ponpes Al-Anwar Sarang, Rembang. Setelah beliau kembali di kota kelahirannya tersebut, santri-santri yang ada di Yogya pun merasa kehilangan sosok panutan mereka dan meminta beliau untuk kembali ke Yogya hingga pada akhirnya beliau bersedia namun hanya sekali sebulan. Selain menjadi pengasuh di pondoknya dan mengisi pengajian di Yogyakarta, Gus Baha’ juga diminta untuk mengisi pengajian tafsir Al-Qur'an di Bojonegoro, Jawa Timur. Adapun untuk waktunya dibagi-bagi, di Yogya minggu terakhir, sedangkan di Bojonegoro minggu kedua setiap bulannya. Hal tersebut, Gus Baha lakukan secara rutin sejak 2006 hingga sekarang.


RIWAYAT PENDIDIKAN GUS BAHA.


Gus Baha pada dasarnya besar dari keluarga seorang ulama, sejak kecil beliau senantiasa dididik oleh ayahnya dengan berbagai ilmu agama, terutama ilmu Al-Qur'an. Beliau diajari oleh ayahnya untuk menghafal Al-Qur'an sejak dini dengan menggunakan tajwid dan makhorijul huruf secara disiplin. Metode ini merupakan metode yang diajarkan oleh guru-guru ayah Gus Baha yakni KH. Arwani Al-Hafidz Kudus dan KH. Abdullah Salam Al-Hafidz Pati, Kajen, Pati. Nasabnya bersambung kepada para ulama besar. Pada saat beranjak dewasa, ayahnya menitipkan Gus Baha kepada Alm. Mbah Moen (KH. Maimoen Zubair) di Pondok Pesantren Al-Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang untuk mondok menuntut ilmu dan berkhidmah disana.

Selama mondok, keilmuan Gus Baha mulai terlihat menonjol disana, seperti dalam bidang Hadits, Fiqih, hingga Tafsir mampu beliau kuasai. Selama mondok beliau juga terkenal akan hafalannya yang begitu banyak, bahkan beliau dinobatkan sebagai santri dengan hafalan terbanyak di pesantren Al-Anwar pada masa itu, mulai dari hafalan kitab Sahih Muslim lengkap dengan matan, rawi dan sanadnya, hingga hafal isi kitab Fathul Mu'in dan kitab-kitab lainnya seperti 'Imrithi dan Alfiah Ibnu Malik, maka tak heran saat forum musyawarah Bahtsul Masa'il beliau dipercayakan untuk menjadi Rais Fathul Mu'in dan Ketua Ma'arif di jajaran kepengurusan Pesantren Al-Anwar karena ketinggian ilmu beliau yang diatas rata-rata santri pada zamannya.

Gus Baha merupakan salah satu murid kesayangan mbah Moen, beliau sering mendampingi mbah Moen untuk berbagai keperluan, mulai dari sekedar berbincang santai, hingga urusan mencari ta'bir (dalil kitab) dan menerima tamu-tamu ulama-ulama besar yang berkunjung ke pesantren Al-Anwar. Saking sayangnya mbah Moen kepada Gus Baha beliau kerap kali menjadikan Gus Baha teladan bagi santri-santri lain, tak lepas ini karena ketinggian ilmu beliau dalam berbagai bidang ilmu agama.


KARYA GUS BAHA.


1. Hafadzna Limushafi Libahauddin Nursalim
Merupakan kitab yang ditulis oleh Gus Baha yang menjelaskan tentang rasm Usmani yang dilengkapi dengan contoh dan penjelasan yang disandarkan pada kitab Al-Muqni' karya Abu 'Amr Usman bin Sa'id Ad-Dani (w. 444 H.). Kitab ini berguna bagi siapapun untuk mengetahui bagaimana memahami karakteristik penulisan Al-Qur’an di dalam mushaf rasm Usmani.

2. Tafsir Al-Qur an versi UII dan Al-Qur’an terjemahan versi UII GusBaha (2020). 
Merupakan tafsir Al-Qur'an dan terjemah yang disusun oleh Gus Baha dan tim khusus dari UII. Tafsir ini dikontekstualisasikan untuk membaca Indonesia dan dengan rasa Indonesia. Tafsir dan terjemahan UII ini sama sekali tidak merubahah dari keaslian Al-Qur’an itu sendiri.


JASA GUS BAHA.


1. Ketua Tim Lajnah Mushaf UII
Meskipun Gus Baha tidak mengenyam pendidikan formal, namun ketinggian ilmu yang beliau miliki nyatanya mampu mengantarkan beliau hingga menjadi ketua tim Lajnah Mushaf di salah satu universitas islam di Yogyakarta yakni UII (Universitas Islam Indonesia) Yogyakarta. Gus Baha’ duduk bersama para Profesor, Doktor dan ahli-ahli Al-Qur'an dari seluruh Indonesia seperti Prof. Dr. Quraisy Syihab, Prof. Zaini Dahlan, Prof. Shohib dan para anggota Dewan Tafsir Nasional yang lain. Pada suatu kesempatan pernah diungkapkan oleh Prof. Quraisy bahwa kedudukan Gus Baha’ di Dewan Tafsir Nasional selain sebagai mufassir, juga sebagai mufassir faqih karena penguasaan beliau pada ayat-ayat ahkam yang terkandung dalam Al-Qur'an. Setiap kali lajnah menggarap tafsir dan mushaf Al-Qur'an menurut Prof. Quraisy, posisi Gus Baha’ selalu di dua keahlian, yakni sebagai mufassir seperti anggota lajnah yang lain, juga sebagai Faqihul Qur'an yang mempunyai tugas khusus mengurai kandungan fiqh dalam ayat-ayat ahkam Al-Qur'an.

2. Pengasuh pesantren.
Sepeninggal sang ayah pada 2005 silam, Gus Baha yang semula tinggal di Yogya bersama istrinya kemudian beliau kembali ke kota kelahirannya Rembang tepatnya di desa Narukan untuk melanjutkan perjuangan sang ayah mengasuh pondok pesantren binaannya tersebut. Santri-santri beliau yang ada di Yogya pun merasa kehilangan dan meminta Gus Baha untuk kembali ke Yogya, hingga akhirnya beliau memutuskan untuk bersedia kembali kesana namun hanya satu kali sebulan, karena memang beliau memiliki tanggung jawab untuk  mengasuh ponpes binaan ayahnya tersebut.

3. Kegiatan agama.
a. Pengajian tafsir di Bojonegoro, Jawa Timur di Minggu kedua setiap bulannya.
b. Mengajar ushul fiqih di Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati.
c. Mengajar tiap Minggu terakhir di Yogya.


KISAH TELADAN GUS BAHA.


Salah satu teladan yang dapat ditiru dari Gus Baha adalah kesederhanaan dalam hidup beliau. Gus Baha memilih hidup sederhana bukan karena beliau miskin, keluarga Gus Baha pun tergolong orang yang berada, bahkan kakek beliau dari jalur ibu merupakan tuan tanah di desanya, akan tetapi beliau memilih hidup sederhana karena beliau memegang erat wasiat ayahnya bahwa hidup sederhana merupakan karakter keluarga Qur'an yang senantiasa dijaga oleh para leluhurnya sejak dahulu.

Kisah teladan yang lain adalah saat beliau menolak gelar Honoris Causa. Sebagai ketua tim Lajnah Mushaf UII di Yogya tentu beliau memiliki kedudukan yang cukup berpengaruh disana karena disejajarkan dengan para doktor hingga profesor ternama di Indonesia, karena seperti yang kita ketahui bahwa Gus Baha tidak pernah mengenyam pendidikan formal namun beliau memiliki ilmu yang sangat luas yang menjadikan beliau sosok yang diperhitungkan dikalangan akademisi. Bahkan beliau sempat ditawari gelar kehormatan Honoris Causa oleh salah satu universitas ternama tersebut namun beliau menolaknya karena beliau khawatir malah akan menjadi beban dalam hidupnya. Beliau memilih hidup sederhana sembari berdakwah kepada masyarakat awam menyampaikan ilmu-ilmu yang beliau miliki tersebut.

Cerita menarik lainnya yakni saat Gus Baha lupa mencantumkan nama sahabat nabi pada Mushaf yang beliau terbitkan. Pernah suatu ketika saat hendak menerbitkan mushaf yang beliau susun bersama timnya beliau lupa mencantumkan nama salah satu sahabat nabi yakni Abdullah bin Mas'ud. Abdullah bin Mas'ud tergolong salah satu sahabat yang pertama kali masuk islam (As-Sabiqunal Awwalun) bersama Abu Bakar bin Abi Quhafah, Khodijah binti Khuwailid, dan lain-lain. Karena kedekatannya dengan Rasulullah S.A.W, beliau bahkan pernah bersabda “Barangsiapa ingin membaca Al-Qur’an seperti ketika diturunkan, maka bacalah sebagaimana bacaan Ibnu Ummi ‘Abd (Ibnu Mas’ud). Rasulullah S.A.W kembali bersabda ”Belajarlah bacaAl-Qur’an dari empat orang: Ibnu Mas’ud, Muaz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab dan Salim Maula Abi Huzaifah”. Singkat cerita, hingga pada malam harinya Gus Baha bermimpi bertemu dengan Abdullah bin Mas'ud dan menegur Gus Baha karena tidak mencantumkan nama Abdullah bin Mas'ud kedalam mushaf yang beliau susun tersebut, mengetahui hal tersebut Gus Baha pun segera mencantumkannya kedalam mushaf tersebut.

Ada satu kisah masyhur dimana Gus Baha diberikan Al-Qur'an oleh Gus Ismail Al-Kholili dan tim Turots yang mana Al-Qur'an tersebut dimaknai langsung oleh Syaikhina Kholil Bangkalan namun yang menulis adalah KH. Abdul Karim (bukan KH. Abdul Karim Pendiri Ponpes Lirboyo). Gus Baha pun memegang mushaf tersebut dan berkata "ini ada yang salah", padahal saat itu Gus Baha masih belum membuka mushaf tersebut namun beliau sudah mengetahui ada kesalahan penulisan makna dalam mushaf tersebut. Inilah salah satu karomah beliau, Allah S.W.T memberikan kasyaf kepada beliau sehingga tanpa membuka mushafnya pun beliau sudah tahu ada kesalahan dalam penulisan makna tersebut.

Gus Baha juga pernah bercerita bahwa beliau pernah mendapat Al-Quran cetakan Utsmani asli. Tulisannya kotak-kotak tanpa harokat dan titik, ketika sudah hampir menyerah bagaimana cara membacanya, Gus Baha' berdoa: "Ya Allah. . .Alat yang saya miliki sudah tidak cukup untuk membaca Mushaf ini, jadi sekarang saya memakai hak saya sebagai Ahlul Qur'an, dengan hak saya sebagai Ahlul Qur'an tolong ajari saya gimana cara membacanya". Setelah beliau berdoa seperti itu, dengan tiba-tiba beliau pun mampu membaca isi Al-Qur'an versi Utsmani tersebut, Masyaallah.

Sungguh begitu mulianya Gus Baha dengan kesederhanaan yang beliau tampilkan. Ini membuktikan bahwa kemuliaan seseorang tidak hanya terletak pada apa yang dipakai namun lebih dari itu, ilmu yang bermanfaat mampu membawa pemiliknya menempati kedudukan yang mulia disisi Allah S.W.T dan para hamba-Nya. Subhanallah.

0 comments:

Post a Comment