//]]> KATEGORI HEWAN YANG HARAM UNTUK DIMAKAN DAN DIKONSUMSI DALAM SYARI'AT ISLAM - SPIRIT MUSLIM (SPIRUM)

September 30, 2017

Spirit Muslim. Begitu besar kuasa Allah yang telah menciptakan makhluknya dengan berbagai jenis dan bentuk dimuka bumi ini. Tidak terkecuali hewan yang tersebar di seluruh penjuru dunia ini. Berbicara mengenai hewan, sudah sejak lama manusia biasa mengkonsumsi hewan sebagai tambahan nutrisi bagi tubuh mereka. Islam pun tidak melarang untuk memakan serta mengkonsumsi daging hewan yang telah ia peroleh, namun syari'at memberi batasan mengenai macam-macam hewan apa saja yang haram untuk dimakan dan yang halal untuk dimakan.

Bagi seorang Muslim, memilih makanan yang baik mutlak diperlukan karena hal tersebut turut menjadi penentu atas akhlaq dan perilaku seorang Muslim. Sebuah larangan untuk memakan hewan haram bukan tanpa alasan, melainkan terdapat hikmah yang begitu besar atas diharamkannya hewan tersebut, pun begitu dengan hewan yang halal. Hewan yang termasuk dalam kategori haram memang dilarang dalam Islam karena sebagian besar dari hewan tersebut memiliki bahaya dan madharat bagi orang yang mengkonsumsinya. Sebaliknya, hewan yang halal lah yang dianjurkan dalam Islam untuk dikonsumsi sehari-hari, karena banyak sekali manfaat yang didapat saat seseorang mengkonsumsi hewan yang Halal.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّافِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِإِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (Q.S. Al-Baqarah: 168).

SEBAB-SEBAB HEWAN MASUK KATEGORI HARAM
Para Ulama telah menjelaskan bahwa sebab haramnya makanan dan minuman ialah disebabkan karena salah satu atau lebih dari 5 sebab berikut ini, antara lain:

1. Apabila membahayakan
2. Apabila memabukkan
3. Apabila mengandung najis
4. Apabila dianggap jorok/ menyelisihi tabi’at yang salimah
5. Apabila mendapatkannya dengan jalan yang tidak dibenarkan oleh syari’at.

HEWAN-HEWAN YANG DIHARAMKAN DALAM ISLAM
1. DALAM AL-QURAN
Banyak sekali hikmah yang terkandung atas diharamkannya beberapa hewan untuk manusia. Mungkin sebagian dari kita telah mengetahui secuil dari hikmah tersebut akhir-akhir ini berkat teknologi yang telah berkembang. Namun tak jarang kita juga masih menemui kesulitan untuk mengungkap hikmah yang telah disyariatkan Islam, itu tidak lain sematat karena keterbatasan kita sebagai umat manusia untuk menjangkau semuanya. Sami’na wa Atha’na, itulah yang selayaknya mukmin ucapkan saat tidak mampu menjangkau itu semua dengan akal mereka, maka yang harus dilakukan hanyalah pasrah dan tunduk atas ketentuan syariat.


قُلْ لَّآ أَجِدُ فِي مَآ أُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمْهٗ إِلَّآ أَنْ يَّكُوْنَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوْحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيْرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهٖ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Artinya: “Katakanlah, “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (Q.S. Al An’am: 145).

Islam telah mengatur semuanya untuk kemaslahatan umatnya, pun begitu mengenai makanan dan minuman yang diperbolehkan untuk dikonsumsi. Ini tidak lain semata agar umat Islam menjadi generasi penerus yang memiliki ketahanan fisik dan mental yang baik untuk melanjutkan perjuangan Rasulullah dan para ulama.

Lebih khusus lagi syariat juga mengharamkan beberapa hewan untuk dikonsumsi karena mengandung banyak madharat dan kerugian didalamnya, Allah S.W.T berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 3

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهٖ
وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَاأَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ

Artinya:
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yangjatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala”. (Q.S. Al-Maidah: 3)

Dari ayat diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa diantaranya hewan-hewan yang diharamkan untuk dikonsumsi antara lain:

a.Bangkai

Yang dimaksud bangkai disini adalah setiap binatang/hewan yang mati dalam keadaan tidak disembelih. Juga disebutkan bahwa semua bagian tubuh hewan yang terpotong/terpisah dari tubuhnya saat hewan tersebut masih hidup. Hal ini berdasarkan hadits Abu Waqid secara marfu’:

مَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيْمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ، فَهُوَ مَيْتَةٌ
Artinya:
“Apa-apa yang terpotong dari hewan dalam keadaan dia (hewan itu) masih hidup, maka potongan itu adalah bangkai”. (H.R. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi)

Pada dasarnya semua bangkai itu haram, namun terdapat 3 pengecualian bangkai, yakni:
  • Bangkai belalang
  • Bangkai hewan laut,
  • Janin yang berada dalam perut hewan yang disembelih.
Berkenaan dengan halalnya bangkai belalang dan hewan laut, Rasulullah S.A.W bersabda

حِلَّتْ لَكُمْ مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ

Artinya: 
“Dihalalkan bagi kalian dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati (lever) dan limpa". (H.R. Ibnu Majah no. 3314 dan dishohihkan Syeikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits As-Shohihah no.1118).

Allah S.W.T berfirman

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ

Artinya :
”Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan yang berasal dari laut yang lezat bagimu dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan …”.(Q.S. Al-Maidah: 96)

هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ 

Artinya:
"Laut itu suci airnya dan halal bangkainya". (H.R.Tirmidzi, Kitab Abwab Atthaharah, Bab Maa jaa Fi Maa’il Bahri annahu thahur No.69).

Selain itu dalam hadits lain disebutkan:
“Diceritakan oleh sahabat Jabir bin Abdullah ketika mengikuti sebuah peperangan dan mengalami kelaparan yang sangat, kemudian tiba-tiba ada ikan besar yang sudah mati terdampar di tepi laut, yang tidak pernah dilihat sebelumnya, Jabir berkata: “Kemudian kami memakannya setengah bulan. Dan Abu Ubaidah mengambil salah satu tulangnya dan orang yang menunggang kuda bisa lewat di bawahnya. Abu Ubaidah berkata: “Makanlah!”. Ketika sampai di Madinah kami menceritakan semuanya kepada Nabi, kemudian beliau bersabda: “Makanlah!”, itu adalah rizki yang dikeluarkan oleh Allah untuk dimakan. Kemudian beliau meminta sisa ikan yang ada dan beliau juga ikut memakannya”. (H.R. Bukhari No. 4104).

Bagaimana jika hewan laut tersebut namanya menyerupai hewan darat yang haram untuk dimakan ? seperti anjing laut, babi laut, dan lain sebagainya .

Jumhur ulama mengatakan bahwa hewan tersebut halal untuk dimakan, karena keumuman hadits yang menyebutkan air laut itu suci dan bangkainya boleh dimakan. Seperti yang kita tahu bahwa anjing laut dan babi laut merupakan salah satu hewan yang hidup di air laut, maka hukumnya kembali kepada hukum asal yakni halal untuk memakan semua binatang yang hidup di laut.

Namun ulama berpendapat bahwa untuk memakannya diwajibkan untuk disembelih terlebih dahulu karena binatang tersebut termasuk kategori binatang yang memiliki darah yang mengalir, selain itu dengan menyembelihnya dapat mempercepat matinya binatang tersebut sehingga tidak menyiksa hewan tersebut. (Majmu’ Syarah Muhazzab, Imam An-Nawawi, kitab Al-Ath’imah)

Lantas bagaimana jika hewan tersebut berupa janin yang masih ada dalam rahim induknya ?

Selain bangkai-bangkai yang dijelaskan diatas, ada juga bangkai janin hewan yang masih dalam perut induknya saat induknya disembelih, maka janin tersebut halal untuk dikonsumsi tanpa perlu disembelih ulang. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan kecuali An-Nasa`i, bahwa Rasulullah S.A.W - bersabda:

ذَكَاةُ الْجَنِيْنِ ذَكَاةُ أُمِّهِ

Artinya:
“Penyembelihan untuk janin adalah penyembelihan induknya”.

Maksud dari hadits diatas yakni jika hewan yang disembelih dalam keadaan hamil, maka janin yang berada dalam perutnya halal untuk dimakan tanpa harus disembelih ulang.

b. Daging babi. 

Termasuk lemaknya, dan seluruh bagian tubuhnya yang lain. Mayoritas para ulama menjelaskan bahwa sebab pengharaman babi adalah karena najis yang ada pada tubuh babi itu sendiri, hal ini berdasarkan firman-Nya:

قُل لاَّ أَجِدُ فِي مَا أُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّماً عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلاَّ أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَماً مَّسْفُوحاً أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقاً أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Artinya:
Katakanlah, “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor (najis)”.(QS. Al-An’am: 145)

Lantas kenapa anjing tidak disebutkan juga mengenai keharamannya dalam Al-Qur'an untuk dimakan ?

Dalam Al-Quran memang Anjing tidak disebutkan mengenai keharamannya untuk dimakan, akan tetapi ia disebutkan dalam sabda Rasulullah yang terdapat dalam pembahasan berikutnya dibawah. Selain itu kehadiran anjing juga diserupakan dengan babi karena najis yang ia miliki, sesuai dengan surat Al-An'am diatas bahwa segala yang najis dan kotor hukumnya haram untuk dimakan dan dikonsumsi. 

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ

Artinya:
“Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim no. 1933).

Hadits tersebut telah jelas mengharamkan daging anjing untuk dikonsumsi, bukan tanpa sebab, karena anjing termasuk hewan yang memiliki taring yang tajam dan dianggap berbahaya saat seseorang berburu anjing untuk dikonsumsi.

Memanglah benar jika babi dan anjing tersebut termasuk dalam kategori hewan najis dan kotor. Beberapa riset dan penelitian akhir-akhir ini telah mengungkap fakta sebenarnya atas pengharaman daging babi, anjing, dan yang sejenisnya tidak lain karena dalam tubuhnya yang najis, menyimpan berbagai madharat dan bahaya jika dikonsumsi oleh manusia.

c. Hewan yang disembelih atas nama selain Allah.

Hal ini termaktub dalam firman Allah

وَلاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

Artinya:
"Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan". (Al-An’am : 121).

d. Hewan yang disembelih untuk selain Allah.
Misalnya saja hewan yang disembelih untuk acara-acara yang berbau kesyirikan, seperti: sedekah laut, tumbal bangunan, tumbal tanah dll. Selain itu Ibnu Taimiyah memberikan penafsiran mengenai potongan ayat surat Al-Maidah ayat 3 yakni  وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ dengan berkata: “Dzahir ayat ini menunjukkan larangan menyembelih binatang yang dipersembahkan untuk selain Allah, seperti mengatakan: “Sembelihan ini ditujukan untuk si fulan”, dan lainnya.

Jika hal tersebut dilakukan, baik kalimat tersebut diucapkan atau tidak maka tetap hukum sembelihannya berlaku haram. Dan lebih diharamkan lagi jika mengatakan: “Saya menyembelih dengan nama Al-Masih”, atau semisalnya. Apabila menyembelih dengan nama Al-Masih atau Al-Zahrah saja diharamkan, maka menyembelih seekor hewan yang ditujukan untuk dipersembahkan demi Al-Masih atau Al-Zahrah maka lebih diharamkan lagi. 

Dalam Fathul Majid halaman 126 disebutkan bahwa menyembelih hewan atau binatang karena selain Allah untuk mendekatkan diri kepada yang dimaksudkan maka termasuk kategori hewan yang haram untuk dimakan meskipun mereka membaca basmalah saat menyembelihnya, karena kebiasaan tersebut juga biasa dilakukan oleh orang-orang munafik. Orang-orang jahiliyah pun di Makkah pada masa rasulullah juga sering melakukan kebiasaan serupa, yang mana sembelihannya tersebut dipersembahkan untuk para jin, oleh karena itulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan sembelihan yang ditujukan untuk jin.

e. Hewan yang disembelih yang tidak sesuai dengan syariat Islam

Misalnya saja menyembelih hewan dengan mesin pemotong hewan, menyembelihnya tanpa menyebut nama Allah (bismillah), dan lan sebagainya. Mengenai menyebut nama Allah dalam menyembelih hewan terdapat beberapa khilaf (perbedaan pendapat) antara beberapa ulama, Jumhur ulama mengatakan bahwa saat memotong hewan diwajibkan untuk membaca basmalah, namun madzhab Syafi'iyyah menghukumi sunnah dalam penyebutan basmallah tersebut.

2. DALAM AS-SUNNAH.
Selain hewan yang disebutkan dalam surat Al-Maidah diatas, terdapat juga beberapa hewan yang disebutkan dalam As-Sunnah yang haram untuk dikonsumsi, diantaranya:

a.Keledai jinak, termasuk Bighal.

Bighal merupakan peranakan hasil persilangan antara kuda dan keledai.
Allah S.W.T berfirman:

وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً وَيَخْلُقُ مَالا تَعْلَمُونَ

Artinya:
"Dan (Dia Telah menciptakan) kuda, bighal, dan keledai agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya".(An-Nahl: 8)

Dalam hadits Ibnu Umar Radhiyallohu ‘anhuma juga disebutkan bahwasannya Rasulullah S.A.W bersabda:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليهوسلم – نَهَى يَوْمَ خَيْبَرَ عَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الأَهْلِيَّةِ

Artinya:
“Bahwasannya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang mengkonsumsi daging keledai jinak”. (H.R. Muttafaq ‘Alaih).

b. Semua hewan bertaring.

Hewan bertaring yang dimaksud adalah hewan atau binatang yang mana dengan taringnya hewan tersebut menyerang musuhnya. Dalam Riwayat Abu Tsa’labah Radhiyallohu ‘anhu berkata:

نَهَى النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السَّبُعِ

Artinya:
“Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang melarang memakan setiap hewan bertaring yang buas". (H.R. Muttafaq ‘Alaih).

Ketentuan ini otomatis memasukkan anjing dan hewan sejenisnya yang memiliki taring kuat maka haram untuk dimakan. Seperti, singa, harimau, dan hewan sejenisnya yang dapat membahayakan manusia.

Dalam Hadits lain juga disebutkan mengenai keharamannya ini, Abu Hurairah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

كُلُّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ 

Artinya:
"Semua binatang yang bertaring, maka memakannya adalah haram". (H.R. Muslim).

c. Segala jenis burung dan hewan yang bercakar tajam

Misalnya saja burung pemangsa yang mana dengan cakarnya ia mencengkeram musuhnya dengan kuat. Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى يَوْمَ خَيْبَرَ عَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ وَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ 

Artinya:
"Bahwa ketika perang Khaibar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan semua burung yang mempunyai kuku panjang dan setiap binatang buas yang bertaring". (H.R.Muslim)

Disebutkan juga dalam Riwayat Muslim:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ نَهَىرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِوَعَنْ كُلِّ ذِى مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ

Artinya:
"Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang melarang memakan setiap hewan bertaring yang buas dan burung yang bercakar tajam”. (H.R. Muslim).

Hewan yang bertaring pun juga diharamkan untuk dimakan, karena selain diharamkan dalam syariat, burung jenis ini juga berbahaya saat diburu manusia untuk dimakan, karena ia dapat mencelakai orang yang memburu burung tersebut. Kecuali ayam, burung merpati dan sejenisnya yang tidak membahayakan maka boleh dan halal untuk dikonsumsi.

d. Jallaalah

Jallalah merupakan kategori hewan halal yang mana mayoritas makanan utamanya adalah barang najis atau kotor seperti bangkai atau sejenis kotoran lainnya, sehingga saat dikonsumsi hewan yang pada asalnya halal menjadi haram untuk dikonsumsi, termasuk susu yang dihasilkan dari hewan tersebut, misalnya saja sapi atau kambing yang memakan kotorannya sendiri, maka sapi atau kambing yang pada awalnya halal kini berubah menjadi haram. Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma berkata:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليهوسلم- عَنْ أَكْلِ الْجَلاَّلَةِ وَأَلْبَانِهَا

Artinya:
“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang (memakan) daging jallalah dan (meminum) susunya”. (H.R. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah).

Dalam hadits Shahih riwayat Ibnu Abi Syaibah, Irwa’ No.2504 menyebutkan bahwa Hewan Jallaalah ini bisa menjadi halal asalkan ia dikarantina selama tiga hari dan selama waktu itu hewan tersebut diberi makanan yang bersih. Hal semacam ini pernah dicontohkan oleh Ibnu Umar bahwa beliau pernah mengurung ayam yang suka makan makanan yang kotor selama tiga hari 

Para ulama ada yang menyebutkan bahwa batas waktu mengurung jallaalah itu bisa sampai 40 hari.

e. Setiap hewan yang diperintahkan untuk dibunuh

Hewan tersebut meliputi Tikus, kalajengking, Burung gagak, Burung elang, Rajawali,Anjing galak, Ular, Cicak/tokek. Semua hewan-hewan tersebut termasuk kategori hewan haram, dimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihiwasallam memerintahkan untuk membunuhnya. 

Perintah untuk membunuh hewan-hewan tersebut terdapat dalam hadits ‘Aisyah, beliau Radhiyallahu‘anha mengatakan bahwasannya Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِىالْحَرَمِ الْفَأْرَةُ ، وَالْعَقْرَبُ ، وَالْحُدَيَّا ، وَالْغُرَابُ ،وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ (أخرجه البخاري و مسلم

Artinya:
“Lima hewan fasiq (pengganggu) yang hendaknya dibunuh walaupun ditanah haram, yaitu: tikus,kalajengking, burung elang, burung gagak, dan anjing galak”. (H.R.Bukhori dan Muslim)

Terjadi perbedaan pendapat antara ulama mengenai maksud dari الْكَلْبُ الْعَقُورُ (Anjing Galak),  Jumhur ulama menegaskan bahwa yang dimaksud “الْكَلْبُ الْعَقُورُ” adalah anjing pada umumnya termasuk anjing untuk hewan peliharaan dan seluruh hewan buas yang menerkam mangsa seperti harimau, serigala, singa dan sejenisnya.

Dalam hadits lain Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

خَمْسٌفَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِى الْحِلِّ وَالْحَرَمِ الْحَيَّةُ وَالْغُرَابُالأَبْقَعُ وَالْفَارَةُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ وَالْحُدَيَّا

Artinya:
“Lima hewan fasiq (pengganggu) yang hendaknya dibunuh baik ditempat halal (selaintanah haram) maupun ditanah haram, yaitu: ular, kalajengking, burung gagak, anjinggalak, burung elang”. (H.R. Muslim)

Pun begitu pula cicak/tokek (الْوَزَغ), karena cicak/tokek termasuk “fawasiq” (hewan-hewan fasik) maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkannya untuk membunuh hewan-hewan tersebut. Hal ini termaktub dalam sabda Rasulullah S.A.W berikut:

عَنْأُمِّ شَرِيكٍ – رضى الله عنها أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم -أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَقَالَ « كَانَ يَنْفُخُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِالسَّلاَمُ »

Artinya:
"Dari Ummu Syarik Radhiyallohu ’anha, bahwasannya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan membunuh cicak/tokek dan bersabda: “Dahulu cicak ikut meniup api yang akan membakar Ibrahim ‘Alaihissalam”. (H.R.Bukhari).

Siapa sangka, bahkan membunuh cicak pun seseorang akan mendapat banyak sekali keutamaan sebagaimana dalam sabda beliau:

مَنْقَتَلَ وَزَغًا فِى أَوَّلِ ضَرْبَةٍ كُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَفِىالثَّانِيَةِ دُونَ ذَلِكَ وَفِى الثَّالِثَةِ دُونَ ذَلِكَ

Artinya:
“Barangsiapa yang membunuh cicak dengan sekali pukul maka dia mendapatkan seratus kebaikan,dan siapa yang membunuhnya dengan dua pukulan maka mendapat pahala yang kurang dari itu, dan barangsiapa yang membunuhnya dengan tiga pukulan maka dia mendapat pahala yang lebih sedikit lagi”. (H.R.Muslim)

f. Semua hewan yang dilarang untuk dibunuh.

Semua hewan yang dilarang untuk dibunuh hukumnya haram untuk dimakan dan dikonsumsi. Hewan tersebut adalah Semut, Lebah, Burung Hud-hud, Burung Shurad. Keharaman untuk memakan hewan ini karena memang Rasulullah S.A.W yang melarang untuk membunuhnya, oleh karena itu dengan dilarangnya untuk membunuh hewan berikut sudah tentu haram juga untuk dimakan dan dikonsumsi manusia. Beliau Rasulullah S.A.W bersabda:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قَالَ : نَهَىرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَالدَّوَابِّ : النَّمْلَةِ ، وَالنَّحْلَةِ ، وَالْهُدْهُدِ ، وَالصُّرَدِ

Artinya:
“Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang membunuh empat hewan, yaitu; semut, lebah, burung hud-hud, burung shurad”. (H.R.Bukhori)

Diharamkann juga untuk membuuh dan mengkonsumsi kelelawar, ini adalah pendapat ulama Madzhab Hambali dan Syafi’iyah. Pelarangan membunuh kelelawar ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini.

عن عَبد الله بن عَمْرو ، أنه قال : لاَ تقتلوا الضفادع فإن نقيقها  تسبيح ، ولا تقتلوا الخفاش فإنه لما خرب بيت المقدس قال : يا رب سلطني على البحر حتى أغرقهم

Artinya:
"Dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata,  “Janganlah kalian membunuh katak, karena suaranya adalah tasbih. Jangan kalian pula membunuh kelelawar, karena ketika Baitul-Maqdis roboh ia berkata : ‘Wahai Rabb, berikanlah kekuasaan padaku atas lautan hingga aku dapat menenggelamkan mereka”. (H.R. Al-Baihaqi)

g. Binatang yang menjijikkan.

Binatang menjijikkan merupakan binatang-binatang yang kotor dan secara umum dianggap menjijikkan, seperti : Cacing, Katak, lalat, Kumbang, tungau, kutu, kecoa, bekicot dan sejenisnya

Kita ambil contoh Katak, sebagian besar dari kita mungkin merasa jijik saat terlintas dipikiran untuk mengkonsumsi katak. Dalam surat Al-A’raf ayat 157 Allah berfirman:

وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَآئِثَ 
Artinya:
"Dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk". (Al-A’raf: 157).

Pengharaman tersebut juga didasarkan oleh sabda Rasulullah S.A.W dalam haditsnya

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عُثْمَانَ قَالَ : ذَكَرَطَبِيبٌ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَوَاءً ،وَذَكَرَ الضُّفْدَعَ يُجْعَلُ فِيهِ ، فَنَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ الضُّفْدَعِ (أخرجه أحمد و ابن ماجه و الدارمي

Artinya:
"Abu Abdirrahman Bin Utsman Radhiyallahu ‘anhu berkata: “seorang dokter bercerita tentang obat dihadapan Rasulullah, dia menyebutkan bahwa bahan obat itu adalah katak, lalu Rasulullah pun melarang membunuh katak”. (H.R.Ahmad, Ibnu Majah, Ad-Darimi).

Dalam Majmu’ Fatawa juz 9 hal. 26, Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah menyebutkan bahwa, kategori menjijikkan ini relatif antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Misalnya saja sebuah daerah menyatakan bahwa terdapat suatu binatang yang menjijikkan, namun wilayah lain tidak menganggapnya menjijikkan. Inilah yang dimaksud relatif, kategori hewan jijik di suatu tempat belum tentu sama dengan wilayah yang lain.

Selain hewan-hewan diatas, para ulama juga memiliki beberapa kaedah fiqhiyyah untuk menentukan hukum mengenai haramnya suatu binatang jika binatang tersebut tidak disebutkan dalam Nash, baik Al-Qur’an maupun As-Sunnah, antara lain:
  1. Setiap serangga yang membahayakan.
  2. Setiap hewan yang memakan benda najis dan menjijikkan (النجاساتوالخبائث).
  3. Setiap hewan yang di lahirkan dari hasil silang antara binatang halal dan binatang haram (تولدبين مأكول وغيره).

MEMAKAN BINATANG YANG HARAM DALAM KEADAAN TERPAKSA

Allah berfirman.

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ 

Artinya:
"Sesungguhnya yang diharamkan bagimu: bangkai, darah, daging babi, dan apa yang disembelih karena selain Allah. Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampau batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Q.S. Al-Baqarah : 173).

Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa: “Barang siapa sangat butuh terhadap makanan yang haram yang telah disebutkan oleh Allah karena dalam keadaan dharurat (terpaksa) yang dihadapinya, maka ia diperbolehkan untuk memakannya. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepadanya. Dan Allah mengetahui kebutuhan hamba-Nya ketika dia dalam keterpaksaan. Sehingga Allah memaafkan dan membolehkannya untuk memakan sesuatu yang diharamkan-Nya. Diriwayatkan oleh Ibnu Umar, Rasulullah bersabda: “ Sesungguhnya Allah senang rukhsah-Nya (keringanan yang Dia berikan) dilakukan, sebagaimana Dia tidak senang larangan-Nya dilakukan. (Hadits Shahih, Irwa’: 564)

Bahkan terdapat sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa memakan binatang yang haram hukumnya bisa menjadi wajib ketika keadaannya memaksa untuk memakannya, dan jika tidak memakannya maka dikhawatirkan ia akan mati.

Terbesit pertanyaan, apakah memakan daging haram tersebut sebatas sebagai pengganjal perut atau boleh memakannya sampai kenyang ??

Ini merupakan khilaf (perbedaan pendapat) para ulama’. Namun ada Qa'idah (ketentuan) yang menyebutkan bahwa “الضَّرُوْرَةُ تُقَدَّرُ بِقَدَارِهَا“ yang artinya: "keterpaksaan diukur sesuai dengan ukurannya". Dan keterpaksaan ini tidak ada batasan waktunya, seperti: tidak boleh memakan hewan haram tersebut lebih dari tiga hari seperti yang dipahami oleh kebanyakan orang awam, akan tetapi kapan saja saat dia terpaksa maka dia boleh memakannya, selama dia tidak berpura-pura terpaksa. (Fiqhul Wajiz, Syekh Abdul Adzim bin Badawi Al-Khalafi, hal. 397)

0 comments:

Post a Comment